Semarang (ANTARA) - Dewan Pers mengingatkan bahwa disrupsi digital dengan membanjirnya informasi di perangkat digital menjadi tantangan tersendiri bagi media, terutama menjelang Pemilihan Umum 2024.

"Disrupsi digital ini mendorong begitu banyak media muncul, khususnya media 'online'," kata anggota Dewan Pers Totok Suryanto saat "Workshop Peliputan Pemilu 2024" di Semarang, Jumat.

Dengan begitu mudah dan banyaknya informasi yang berseliweran di era digital, kata dia, media memiliki tantangan tersendiri untuk mendapatkan "trust" atau kepercayaan masyarakat.

"Media harus memastikan bahwa hasil liputan, produk jurnalistik yang dihasilkan, benar-benar menjadi pegangan publik. Apalagi, kan belum semua media 'online' terverifikasi Dewan Pers," katanya.

Karena itu, kata dia, Dewan Pers bekerja sama dengan para pemangku kebijakan, khususnya penyelenggara pemilu berinisiatif menggelar "workshop" untuk memberikan bekal peliputan pemilu.

"Peraturan-peraturan, situasi, sistem pemilu yang sempat diperdebatkan terbuka atau tertutup membuat wartawan harus menyiapkan diri secara lebih baik. Mungkin saja ada yang berbeda, harus disiapkan," katanya.

Ia mengatakan penyelenggaraan "workshop" peliputan pemilu di Jateng merupakan yang keempat kalinya, setelah pembukaan di Jakarta, dilanjutkan Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.

Baca juga: Dewan Pers: Media berperan dorong keterlibatan perempuan di parlemen
Baca juga: Dewan Pers minta parpol tak diskriminatif ke media saat beri informasi


"Kami berencana menggelar di 23 provinsi, jadi sebagian provinsi ada yang gabung nanti. Jateng kebagian yang keempat setelah Jakarta itu 'kick off', Surabaya, dan NTT," pungkasnya.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng Muslim Aisha memastikan sistem, pelaksanaan, dan pengaturan Pemilu 2024 sama dengan Pemilu 2019 meski ada perubahan terbatas dengan adanya Perppu.

"Artinya, semua yang terlibat tentu memiliki pengalaman dalam menjalani pemilu sebelumnya ya. Tidak ada perubahan regulasi. Pemilu 2024 kira-kira seperti sudah mengalami di Pemilu 2019," katanya.

Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jateng Rofiudin menjelaskan peran Bawaslu sebenarnya sama seperti jurnalis, yakni mengawasi pelaksanaan pemilu agar sesuai dengan aturan.

"Ada banyak kerawanan untuk diliput, seperti politik uang, hoaks, SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), ujaran kebencian, netralitas ASN (aparatur sipil negara), dan netralitas penyelenggara pemilu," katanya.

Rofi, sapaan akrab Rofiudin yang dulunya berprofesi jurnalis itu mengingatkan bahwa jurnalis dalam meliput pemilu tidak boleh bersikap seperti ketika meliput pertandingan sepak bola.

"Jadi, tidak dalam posisi saling menghadapkan. Boleh saja menghadapkan dalam konteks data, misalnya. Tetapi, idealnya perspektifnya sama ketika liputan isu kesehatan. Dicari sumbernya, penyakitnya, obatnya apa," kata dia.

Workshop Peliputan Pemilu 2024 yang digelar selama satu hari di Hotel Santika Premiere Semarang itu diikuti sekitar 50 jurnalis dari berbagai perusahaan media di daerah ini.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023