Kita terus menyosialisasikan cegah perkawinan anak ini pada pemuka agama agar bisa diakses lebih mudah oleh masyarakat
Surabaya (ANTARA) -
Representatif United Nation Population Fund (UNFPA) untuk Indonesia Anjali Sen mengatakan, mencegah perkawinan anak bisa lebih efektif dengan melibatkan tokoh agama.
 
Pernyataan ini disampaikan Anjali saat hadir dalam pembukaan kerja sama pelatihan negara selatan-selatan di bidang kesehatan reproduksi, keluarga berencana, serta pencegahan pernikahan anak dan stunting yang dihadiri oleh perwakilan dari Negara Nepal, Myanmar, Ethiopia, Malaysia, dan Burundi.

"Kita terus menyosialisasikan cegah perkawinan anak ini pada pemuka agama agar bisa diakses lebih mudah oleh masyarakat, karena mereka masih menjadi rujukan komunitas untuk membantu meruntuhkan stigma dan menginspirasi perubahan yang positif," ujar Anjali di Surabaya, Senin.
 
Menurutnya, kolaborasi bersama negara selatan-selatan ini bisa berbuah positif apabila dilakukan secara berkelanjutan untuk saling bertukar pengalaman dan berdiskusi.

Baca juga: Wapres minta MA buat aturan bagi anak pernikahan beda agama
 
"Kemitraan strategis antara pemerintah dan pemuka agama Islam ini, secara signifikan bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh program KB bisa diterapkan secara efektif di negara mayoritas Islam, juga melatih negara-negara ini untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan penurunan stunting," imbuhnya.
 
Adapun pemerintah Indonesia dengan para pemimpin negara religius Muslim sudah menjalin kerja sama selatan-selatan ini sejak tahun 1970, dan Indonesia termasuk ke dalam negara percontohan karena dianggap mampu menyukseskan program KB dengan melibatkan pimpinan umat Islam.
 
"Kita harus memastikan bahwa perempuan dan anak dapat berkontribusi untuk masyarakat dan komunitas. Melibatkan tokoh agama dapat menjembatani kesenjangan yang selama ini terjadi, untuk memastikan setiap masyarakat dilindungi secara maksimal," katanya.

Baca juga: Pembukaan Forum Anak Nasional, Menteri PPPA soroti isu perkawinan anak
 
Dia menjelaskan, ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah perkawinan anak, salah satunya yakni fokus pada sosialisasi tentang kesehatan reproduksi, dimulai sejak anak memasuki usia remaja.
 
"Kita harus bekerja sama untuk terus membimbing remaja tentang kesehatan reproduksi, melatih kepekaan mereka, tidak hanya fisik, tetapi juga emosional dan sosial," tuturnya.
 
Ia juga memaparkan, apabila kerja sama negara selatan-selatan ini bisa menurunkan kasus perkawinan anak secara signifikan, maka target penurunan stunting juga bisa dicapai.
 
"Stunting akan mempengaruhi anak-anak kita dan masa depan kita sebagai masyarakat, untuk itu kita bekerja sama dengan pemuka agama, pakar nutrisi, agar semua anak bisa terpenuhi hak-haknya," kata dia.
 
Menurutnya, pelatihan dengan spesialisasi yang sensitif terhadap hukum Islam dapat lebih mempersatukan para pemuka agama untuk bekerja sama menemukan solusi dan panduan terkait perkawinan anak.
 
"Kerja sama ini bisa menjadi wadah untuk diskusi yang berkelanjutan, misalnya melalui workshop atau seminar untuk berbagi praktik-praktik baik berbasis bukti dan data sehingga kita bisa menemukan solusi terbaik. Kita tahu betapa pentingnya peningkatan kapasitas untuk investasi sumber daya manusia," demikian Anjali Sen.

Baca juga: BKKBN: Perkawinan dini ancam anak kehilangan hak untuk tumbuh
Baca juga: Mencermati fenomena dan dinamika perkawinan anak di Tanah Air

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023