Kami masih menunggu berita acara, sedang diselesaikan, setelah itu akan meminta izin kepada Presiden untuk diimplementasikan
Jakarta (ANTARA) -
Kementerian ESDM menyatakan revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) telah selesai diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM.
 
“Sudah selesai di Kemenkumham. Kami masih menunggu berita acara, sedang diselesaikan, setelah itu akan meminta izin kepada Presiden untuk diimplementasikan,” kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam Indosolar 2023 di Jakarta, Selasa.
 
Dadan menjelaskan proses revisi Permen PLTS Atap telah menghabiskan waktu sekitar 8-9 bulan. Segera setelah prosesnya selesai, maka Permen lama akan segera digantikan oleh Permen yang baru.
 
“Jadi Permen yang lama akan diganti dengan Permen PLTS Atap yang nanti seperti sering saya sampaikan, tidak ada lagi net metering,” katanya.
 
Net metering adalah sistem layanan yang diberikan PLN untuk pelanggan PLN yang memasang sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di properti mereka. Dengan sistem tersebut, meskipun memasang sistem PLTS untuk kebutuhan rumah tangga, pelanggan tetap harus menggunakan jaringan listrik konvensional (PLN).
 
Namun, sistem tersebut memungkinkan pelanggan dengan kelebihan listrik yang dihasilkan oleh sistem panel surya atap dapat diekspor ke jaringan distribusi PLN, dan bisa digunakan kembali untuk konsumsi rumah tangga tersebut.
 
Menurut Dadan, aturan tidak adanya net metering dalam revisi Permen tidak akan membuat PLN merugi. Pasalnya, ia menegaskan PLTS Atap sejak awal didesain hanya untuk pemakaian pribadi.
 
“Terus kalau ditanya, rugi dong PLN? Dulu pun kita mendesain program PLTS Atap untuk dipakai sendiri bukan untuk jualan. Jadi kalau jualan itu ya jadilah penjual. Jadilah IPP (Independent Power Producer),” katanya.
 
Dadan pun meyakini revisi Permen PLTS Atap akan sama menariknya. Ia juga menyebut revisi Permen dilakukan agar terjadi peningkatan produksi industri PLTS untuk di dalam negeri.
 
“Kan sudah ada MoU beberapa bulan yang lalu di Singapura. Nah jadi kita ingin mendapatkan dua-duanya. Kita ingin dapat pemanfaatan tenaga surya di dalam negeri dan (juga) nanti untuk ekspor. Tapi kita ingin sebelum ekspor itu kita memastikan bahwa ini diproduksi oleh PLTS yang juga made in Indonesia,” ujarnya.
 
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa menilai revisi PLTS Atap akan memberikan kepastian hukum untuk mendukung pengembangan bisnis industri PLTS ke depan.
 
Fabby menyebutkan sejak dua tahun terakhir, Permen PLTS Atap sulit dijalankan karena PLN berdalih mengalami kondisi kelebihan pasokan (oversupply) sehingga kebijakan net metering menjadi beban bagi perusahaan.
 
“Memang ini membuat 2 tahun terakhir implementasi PLTS rooftop itu terkendala. Banyak anggota AESI yang misalnya sudah punya kontrak tidak bisa dijalankan. Bahkan yang sudah pasang pun tidak dapat izin karena tidak bisa connect,” ujarnya.
 
Kendati demikian, asosiasi menyambut hangat revisi Permen PLTS Atap yang diharapkan bisa mempercepat pengembangan bisnis PLTS di dalam negeri.
 
Terlebih, saat ini semua negara di ASEAN telah menetapkan rencana dekarbonisasi, salah satunya dengan menerapkan penggunaan PLTS sebagai salah satu sumber energi.
 
“Hari ini semua negara di ASEAN itu punya target atau sudah menetapkan rencana untuk melakukan dekarbonisasi. Dan kalau kita lihat semua negara ASEAN itu selalu punya target PLTS yang tergantung dari seberapa ambisius negara-negara ASEAN di dalam mendorong dan melakukan transisi energinya, PLTS itu ada di sana,” kata Fabby.
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023