Banda Aceh (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh meminta petani Aceh untuk menanam  palawija sebagai pengganti tanaman padi, dalam menghadapi potensi dampak kekeringan akibat fenomena El Nino.

Kepala UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Distanbun Aceh Zulfadli di Banda Aceh, Selasa, mengatakan pilihan tersebut dapat dilakukan oleh petani di daerah yang sama sekali tidak memilik sumber air, baik aliran sungai maupun sumber air tanah.

“Kalau memang daerah rawan sekali, kita minta petani untuk menanam varietas yang tahan kekeringan. Artinya kalau memang tidak musim tanam padi maka tanam saja tanaman palawija yang tahan kekeringan,” katanya.

Sejak Januari - Juli 2023, Distanbun mencatat beberapa wilayah Aceh mengalami kekeringan seperti Kabupaten Aceh Utara, Aceh Besar, Bireuen, Pidie, Nagan Raya, Aceh Selatan, Aceh Timur, Lhokseumawe, Banda Aceh dan Aceh Barat Daya.

Memang, lanjut dia, setiap tahun daerah-daerah di Aceh ada yang mengalami kekeringan, namun tahun ini kekeringan juga diperkuat akibat dampak dari dua fenomena perubahan iklim yaitu El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD).

Kondisi tersebut membuat daerah yang tahun-tahun sebelumnya tidak pernah mengalami kekeringan, tetapi pada tahun ini mengalami kekeringan, salah satunya seperti Kabupaten Nagan Raya.

“Kalau padi harus di daerah ada sumber air, kalau tidak ada sumber air seperti sungai atau tidak air tanah maka agak rumit kalau terjadi kekeringan, maka jangan dipaksakan tanam padi juga, karena risiko tinggi,” ujarnya.

Ada beberapa tanaman lain yang bisa ditanam oleh petani dalam menghadapi dampak kekeringan akibat berkurangnya curah hujan ini seperti varietas palawija, meliputi jagung, kacang-kacangan, mentimun, wortel, labu dan komoditi lainnya.

“Petani juga kami imbau untuk masuk ke asuransi usaha tani. Kita perlu antisipasi juga, sehingga kalau nanti gagal panen dan rugi akibat kekeringan, minimal modal usahanya bisa tertangani,” ujarnya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan fenomena El Nino dipengaruhi oleh suhu muka laut di Samudera Pasifik dan IOD dipengaruhi suhu di Samudera Hindia, dimana keduanya terjadi bersamaan pada musim kemarau tahun ini.

Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda (SIM) Nasrol Adil mengatakan pengaruh El Nino memang lebih besar terjadi di wilayah seperti Jawa, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan sebagian Kalimantan. Sedangkan untuk Aceh, tidak begitu parah.

Dalam dua pekan terakhir, kata Nasrol, sejumlah daerah di Aceh juga telah menunjukkan kondisi kurangnya curah hujan, terutama wilayah Aceh bagian timur, utara, tenggara, hingga Pidie dan Pidie Jaya bagian utara.

Apalagi pada Agustus 2023, menurut dia, wilayah Aceh juga mengalami pendinginan suhu muka laut sehingga akan berdampak pada berkurangnya potensi curah hujan di wilayah Tanah Rencong itu.

“Artinya kita akan mengalami kekurangan masa uap air pada Agustus-September, dan sedikit di Oktober,” ujarnya.

 

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023