Kami mengkonfirmasi bahwa betul KPK memanggil sebagai saksi Menteri Perhubungan dan juga Sekjen Kemenhub dan keduanya betul sudah hadir di Gedung KPK C1
Jakarta (ANTARA) -
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi hari ini memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
 
"Kami mengkonfirmasi bahwa betul KPK memanggil sebagai saksi Menteri Perhubungan dan juga Sekjen Kemenhub dan keduanya betul sudah hadir di Gedung KPK C1," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Rabu.
 
Ali mengungkapkan pihaknya mengapresiasi kerja sama Menhub yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan keterangan kepada penyidik lembaga antirasuah.
 
"Kami mengapresiasi kehadiran tiap saksi yang dipanggil tim penyidik KPK sehingga akan menjadi jelas dan terang perbuatan para tersangka yang saat ini sedang dilakukan proses penyidikan," ujarnya.
 
Juru bicara berlatar belakang jaksa tersebut memastikan pihaknya segera menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap setiap saksi yang dipanggil penyidik.
 
"Kemudian sebagai bentuk keterbukaan KPK kami sampaikan kepada masyarakat terkait siapa saja yang dipanggil sebagai saksi dalam proses sidik," kata Ali.
 
KPK awalnya memanggil Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Kamis (14/7) sebagai saksi kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan terkait dengan pembangunan jalur kereta api di Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa-Sumatera pada tahun anggaran 2018-2022.

Baca juga: "Fee" proyek mengalir hingga pegawai Balai Perkeretaapian di Semarang
 
Budi akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Tengah Putu Sumarjaya.
 
Meski demikian pihak Menteri Perhubungan kemudian berkirim surat ke KPK untuk konfirmasi penjadwalan ulang pemeriksaan karena yang bersangkutan sedang dalam perjalanan dinas.
 
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Selasa (11/4) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dengan dugaan korupsi di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).
 
KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
 
Para tersangka tersebut terdiri atas empat pihak yang diduga sebagai pemberi suap, yakni Direktur PT IPA (Istana Putra Agung) Dion Renato Sugiarto (DRS), Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma) Muchamad Hikmat (MUH), Direktur PT KA Manajemen Properti sampai Februari 2023 Yoseph Ibrahim (YOS), dan VP PT KA Manajemen Properti Parjono (PAR).
 
Enam tersangka lainnya diduga sebagai penerima suap, yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi (HNO), Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Tengah Putu Sumarjaya, pejabat pembuat komitmen (PPK) BTP Jawa Tengah Bernard Hasibuan (BEN), PPK BPKA Sulawesi Selatan Achmad Affandi (AFF), PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah (FAD), dan PPK BTP Jawa Barat Syntho Pirjani Hutabarat (SYN).

Baca juga: Kontraktor proyek perkeretaapian setor fee atas permintaan PPK
 
Pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan dan perbaikan rel kereta diduga terjadi pada tahun anggaran 2021—2022 pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan, empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat, dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.
 
Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.
 
Kisaran suap yang diterima sekitar 5—10 persen dari nilai proyek dengan perkiraan nilai suap yang diterima keenam tersangka mencapai sekitar Rp14,5 miliar.
 
Atas perbuatan para tersangka penerima suap, menurut dia, dikenai Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Para tersangka pemberi suap dikenai Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Dion Renato Sugiarto suap pejabat Ditjen Perkeretapaian Rp27,9 miliar
Baca juga: KPK panggil Dirut PT KCIC sebagai saksi kasus suap DJKA
 
 

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023