AsiaNet 52540

JAKARTA, Indonesia, 26 Maret 2013 (ANTARA/PRNewswire-AsiaNet) --

     JAKARTA—Kelompok pro pembangunan World Growth mengatakan bahwa program bantuan Inggris dapat merugikan perekonomian Indonesia sebesar $2,1 miliar per tahun.

     Kelompok ini mengumumkan hal tersebut saat merilis laporan baru, 'DFID - Department for International Deceit?', yang sangat mengkritisi apa yang disebut oleh Inggris sebagai program 'bantuan hijau' di Indonesia.

     Ketua World Growth Alan Oxley, mengatakan bahwa program bantuan Inggris di Indonesia saat ini sepenuhnya berkonsentrasi pada hasil lingkungan dan mengabaikan prioritas pembangunan Indonesia.

     "Keputusan Inggris memangkas semua bantuan ke Indonesia, selain bantuan lingkungan, mencerminkan tren yang menyedihkan di antara para donor negara Barat untuk mengurangi pengeluaran dalam program-program yang mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.

     "Belanja bantuan bilateral Inggris di Indonesia melalui lembaga bantuannya - Department for International Development (DFID) - didominasi oleh dua bidang kebijakan: pembalakan ilegal dan apa yang disebut sebagai pembangunan rendah karbon."

     "Pemerintah Inggris telah memelopori regulasi impor produk kayu ke Uni Eropa. Pemodelan UE sendiri mengindikasikan bahwa ini akan merugikan sektor kehutanan di Indonesia sebesar $2,1 miliar per tahun dan mengakibatkan hilangnya 450.000 lapangan pekerjaan."

     Oxley mengungkapkan bahwa dorongan kebijakan utama lain DFID juga cenderung berdampak negatif.

     "Menurut DFID, Inggrislah yang bertanggung jawab menunjukkan bahwa 'pembangunan rendah karbon' itu layak. Mereka tidak melakukannya. Namun mereka mendorong model pembangunan yang tak terbukti ini pada negara-negara lain seperti Indonesia."

     "Pertanyaan yang perlu dijawab adalah, mengapa sebuah lembaga yang seharusnya mengurangi kemiskinan menghabiskan uang yang merugikan perekonomian?"

     "DFID tampaknya lebih tertarik memajukan tujuan luar negeri Inggris kebijakan daripada mendukung hasil-hasil pembangunan bagi Indonesia."

     Oxley menjelaskan bahwa DFID telah menghabiskan sejumlah besar uang untuk mengadvokasi penerapan kebijakan perubahan iklim di negara berkembang. Ia menyatakan bahwa DFID membelanjakan hampir £450.000 menjelang konferensi iklim PBB tahun 2007 di Bali guna mendorong langkah-langkah kebijakan yang disukainya.

     "DFID tampaknya kurang memperhatikan kerugian ekonomi yang mungkin ditimbulkannya," ujar Oxley. "Pada tahun 2011, Pejabat DFID di Indonesia menyatakan bahwa mereka "tidak pernah memperlakukan pembangunan dan perlindungan lingkungan yang secara otomatis berada dalam ketegangan." Inilah saatnya mereka melakukannya."

     "DFID sendiri telah mengakui bahwa perubahan iklim dan deforestasi bukanlah bidang prioritas bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Pertanyaan untuk DFID adalah untuk kepentingan siapakah bantuannya diberikan?."

     World Growth mengimbau DFID untuk menangguhkan semua program bantuan terkait lingkungan dan perubahan iklim kepada Indonesia serta menugaskan penyelidikan internal independen atas kerugian yang mendasari dan dampak program tersebut.

     Baca laporan selengkapnya di sini: http://worldgrowth.org/site/wp-content/uploads/2013/03/WG_DFID_130325.pdf

     Kontak World Growth: info@worldgrowth.org atau +61 3 9614 8022

     SUMBER: WORLD GROWTH

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013