Surplus bukan didorong karena naiknya ekspor, tapi ekspor itu terus mengalami pelemahan.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan surplus perdagangan Indonesia kurang sehat.

“Surplus ini sebetulnya kurang sehat karena surplus bukan didorong karena naiknya ekspor, tapi ekspor itu terus mengalami pelemahan,” ujarnya dalam acara Mid-Year Review 2023 yang diadakan CORE Indonesia secara virtual diikuti, di Jakarta, Kamis.

Pada triwulan II/2023, surplus perdagangan Indonesia 7,5 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan triwulan II/2022 sebesar 15 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

Adapun penyebab penurunan tingkat ekspor dipengaruhi efek kondisi geopolitik tahun 2022 yang berdampak pada kenaikan tingkat inflasi, lalu direspons dengan kebijakan pengetatan dari sisi moneter dan fiskal, sehingga diprediksi kondisi perekonomian global akan melambat untuk pertama kalinya pasca pandemi COVID-19.

“Kondisi proyeksi untuk tahun ini oleh IMF (International Monetary Fund) diprediksikan tahun 2023 tumbuh global sekitar 3 persen, ini lebih baik dibandingkan prediksi di bulan April 2023 sebesar 2,8 persen. (Namun), tetap saja kalau dibandingkan tahun 2022 lebih rendahnya setengah persen, karena di 2022 pertumbuhan ekonomi global sampai 3,5 persen,” ujar Faisal pula.

Menurut dia, kontraksi ekspor terjadi hampir di semua negara mitra Indonesia, baik di negara maju maupun negara dan kawasan berkembang seperti China, India, dan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations).

“Ternyata impor juga turun dan bahkan lebih tajam penurunannya, sehingga ini yang menyebabkan surplusnya itu masih terjadi. Penurunan impor ini sebetulnya (mengindikasikan) ada pelemahan daripada permintaan kita di dalam negeri. Dari sisi perbandingan penurunan impor, antara volume dengan value-nya, value lebih dalam penurunannya, volume sebetulnya tidak terlalu tajam,” kata dia.

Lebih lanjut, penurunan pertumbuhan impor disebut terjadi hampir terjadi di semua jenis golongan barang, kecuali barang modal. “Untuk barang konsumsi kontraksi, bahan baku, dan bahan penolong, ini kontraksinya justru paling tajam," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia itu pula.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor Januari-Juni 2023 mengalami penurunan 7,45 miliar dolar AS. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya impor migas 2,82 miliar dolar AS (14,51 persen) dan non migas 4,6 miliar dolar AS (4,79 persen).
Baca juga: Kemenkeu: Neraca dagang surplus bukti kuatnya posisi keseimbangan RI
Baca juga: BPS: Neraca Perdagangan Kepri semester I surplus 350 juta dolar AS


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023