Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Jumat pagi, merosot hingga menembus level Rp9.400 menjadi Rp9.415/9.425 (Pkl 09.00) dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.325/9.357 per dolar AS atau turun 90 poin. "Penurunan rupiah yang cukup tajam itu tertekan oleh melemahnya harga saham Asia, karena khawatir dengan ekonomi AS yang makin melambat," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan melambatnya pertumbuhan ekonomi AS menjelang musim panas mengakibatkan negara-negara Asia khawatir, karena ekspor negara Asia tersebut terutama ditujukan ke AS. Kekhawatiran negara-negara berkembang itu, setelah adanya data ekonomi AS yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi makin melambat, ketika sedang memfokuskan perhatiannya mengenai rencana kenaikan suku bunga AS pada minggu depan, katanya. Akibatnya, lanjut dia, pasar saham Asia cenderung merosot seperti indeks Nikkei, Jepang turun satu persen, Indeks Kospi, Korea Selatan tutun 1,29 persen, setelah indeks Nasdaq, Amerika Serikat mengalami tekanan pasar, ujarnya. Dolar AS terhadap yen menguat menjadi 116,03 dari sebelumnya 114,84, dolar terhadap euro menjadi 145,95 dan euro terhadap yen jadi 146,02 dari 145,39. Kondisi seperti ini, menurut dia, mengakibatkan rupiah terpuruk, sehingga mata uang lokal itu kembali berada di atas level Rp9.400 per dolar AS, bahkan sebelumnya sempat mencapai Rp9425 per dolar AS, akibat kuatnya pengaruh negatif pasar. Meski demikian Bank Indonesia (BI) dalam hal ini diharapkan perannya, karena dikhawatirkan kondisi ini akan kembali menekan rupiah hingga mencapai level Rp9.500 per dolar AS sebagaimana terjadi pada bulan lalu, katanya. Rupiah, ia mengatakan, untuk saat ini sangat tertekan pasar, karena investor asing aktif memburu dolar AS menjelang kenaikan tingkat suku bunga Fed fund. Kemerosotan rupiah yang cukup tajam itu, juga ditekan oleh aktifnya importir Jepang yang membeli dolar AS, ujarnya. Dolar AS di pasar global sejak pertengahan Mei tertekan setelah para pemimpin keuangan Kelompok Tujuh pada akhir April menyerukan fleksibilitas mata uang yang lebih besar khususnya di China, yang mengarah pada spekulasi pasar atas mata uang Asia yang kuat termasuk yen, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006