Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda memandang bahwa dunia saat ini tidak sedang mengalami benturan kebudayaan atau "class of civilization", seperti yang banyak disebutkan oleh berbagai kalangan. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu), Desra Percaya, di Gedung Deplu, Jakarta, Jumat, mengutip pernyataan Menlu dalam pidatonya di sidang perdana Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) di Jenewa, Swiss, 19-30 Juni. Menurut Menlu, kata Jubir Deplu, sejumlah kasus yang terjadi beberapa waktu terakhir seperti kasus penerbitan karikatur lebih diakibatkan dari kesalahpahaman atau perbedaan interpretasi akan suatu topik tertentu. Oleh karena itu, Menlu mengusulkan agar Dewan HAM dapat meningkatkan dialog antar peradaban dan antar agama khususnya dalam upaya pemenuhan hak. Pada kesempatan itu Menlu juga mengatakan bahwa meskipun Komisi HAM --badan PBB mengenai HAM sebelum Dewan HAM -- banyak kekurangannya, namun komisi itu telah mampu meletakkan norma-norma baku HAM dan membangun masyarakat internasional yang beradab. Jubir mengatakan Menlu juga menyampaikan bahwa Dewan HAM telah berhasil membuat terobosan berupa konsep "universal periodic review" sebagai tanda monitor situasi HAM di setiap negara secara berkala. Menurut Jubir Deplu, konsep tersebut dinilai Menlu akan menempatkan setiap negara dalam kedudukan yang sama dan dapat menghilangkan masalah selektivitas yang merupakan salah satu kendala utama dalam Komisi HAM sebelumnya. Menlu juga berharap agar Dewan HAM dapat menjadi katalis yang imparsial dalam upaya perlindungan HAM. "Dalam bagian lain dari pidatonya Menlu juga menegaskan agar masyarakat internasional dapat memberikan prioritas terhadap pada hak-hak yang tidak dapat dihilangkan seperti hak untuk hidup, bebas dari penyiksaan dan penghilangan nyawa secara paksa," katanya. Pada kesmepatan itu Menlu juga menyampaikan usulan Indonesia agar sidang Dewan HAM yang sedikitnya dilakukan tiga kali dalam satu tahun dapat diselenggarakan di luar Jenewa untuk lebih memasyarakatkan Dewan HAM. "Memindahkan tempat sidang selain di Jenewa akan mendekatkan atau membuka peluang bagi Dewan HAM untuk meningkatkan apresiasi masyarakat kepada kerja Dewan HAM dan mendorong kemajuan dan perlindungan HAM di negara tersebut dan kawasannya," kata Jubir. Indonesia bersama 46 negara lainnya pada 9 Mei 2006 terpilih menjadi anggota Dewan HAM pada Sidang Majelis Umum PBB melalui dukungan 165 suara, jumlah yang jauh di atas suara yang dibutuhkan, yaitu 96 suara. Sejalan dengan itu, menurut Menlu menjelang keberangkatannya ke Jenewa, Indonesia dan anggota Dewa HAM lainnya dihadapkan pada banyak pekerjaan menyangkut operasionalisasi Dewan HAM, terutama untuk menetapkan struktur, mandat, dan prosedur. Para anggota juga dituntut dapat mempersiapkan agenda sidang perdana Dewan HAM yang akan diselenggarakan pada 19-30 Juni 2006 di Jenewa, Swiss. Majelis Umum PBB yang memiliki 191 anggota pada Maret lalu mensahkan resolusi tentang pembentukan Dewan HAM meskipun ada penentangan keras dari AS dan tiga sekutunya. Badan HAM baru itu dirancang untuk menjadi lebih efektif dan untuk menggantikan Komisi HAM yang dianggap kredibilitasnya telah dinodai oleh kehadiran di antara 53 anggotanya, pelanggar hak asasi manusia terkenal seperti Cina, Kuba, Sudan dan Zimbabwe. (*)

Copyright © ANTARA 2006