Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Fenomena El Nino atau musim kemarau ekstrem, merupakan kondisi dimana suhu muka laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pemanasan di atas kondisi normal.

Dengan kondisi itu akan meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik bagian tengah dan mengurangi curah hujan di Indonesia. Pada 2023 ini merupakan kali pertama sejak tiga tahun terakhir Indonesia menghadapi fenomena, setelah sebelumnya menghadapi La Nina.

La Nina, merupakan kondisi yang berkebalikan dari El Nino dimana curah hujan di Indonesia terjadi dengan intensitas tinggi. Tingginya curah hujan tersebut, terkadang menjadi pemicu terjadinya bencana, seperti banjir dan tanah longsor.

Namun, harus dipahami bahwa dengan berkurangnya curah hujan, khususnya di Indonesia, juga akan memberikan dampak cukup besar, terutama terkait produksi tanaman pangan di dalam negeri. Kekurangan air akan mengganggu proses pertanian dan pemenuhan kebutuhan pangan.

El Nino, memiliki keterkaitan erat dengan sektor pertanian di dalam negeri. Produksi tanaman pangan tidak bisa lepas dari ketersediaan air yang merupakan kunci utama untuk menjalankan sektor pertanian.

Memang, selain bergantung pada air hujan untuk pengairan sawah, ada cara-cara lain untuk tetap mengairi lahan-lahan pertanian. Optimalisasi keberadaan bendungan dan saluran irigasi bisa menjadi langkah yang baik untuk menyediakan air pada sektor pertanian.

Akan tetapi, keberadaan bendungan itu sendiri juga tidak bisa lepas dari keberadaan air hujan. Sebagai contoh, Bendungan Katulampa di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, tinggi muka air (TMA) tercatat nol centimeter, yang terjadi sejak awal Juni.

Rendahnya TMA di Bendungan Katulampa dan debit air Sungai Ciliwung dipicu belum adanya hujan dengan intensitas tinggi di kawasan hulu. Kawasan hulu Sungai Ciliwung berada di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.

Kondisi itu, bisa menjadi salah satu indikasi terjadinya musim kemarau yang telah diperkirakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG mencatat bahwa pada 2023 akan terjadi kemarau kering dengan curah hujan dalam kategori rendah atau sangat rendah.

Fenomena El Nino atau kemarau ekstrem menjadi perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo dalam beberapa kali kesempatan. Presiden sudah memerintahkan Kementerian Pertanian untuk memastikan ketersediaan pangan masyarakat saat menghadapi fenomena tersebut.

Bahkan, dalam kunjungan kerja ke Kota Malang dan Kabupaten Malang, pekan lalu, Presiden Jokowi kembali mengingatkan pemerintah daerah untuk memperbanyak kegiatan pasar murah yang memberikan pasokan bahan pokok penting sebagai antisipasi dampak El Nino.

Fenomena El Nino tidak hanya akan terjadi pada 2023, akan tetapi ada kemungkinan bisa kembali berulang pada tahun-tahun mendatang. Terlebih, gangguan cuaca akibat perubahan iklim juga menjadi ancaman serius, termasuk pada sektor produksi tanaman pangan.


Pertanian cerdas

Kementerian Pertanian, sebagai ujung tombak pemerintah yang memastikan jaminan ketersediaan pasokan pangan untuk masyarakat, sejauh ini memang sudah mengambil sejumlah langkah untuk mengantisipasi fenomena El Nino.

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian sudah melakukan sejumlah upaya, seperti koordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan tetap berjalannya produksi tanaman pangan.

Selain itu, Kementerian Pertanian juga mengoptimalkan keberadaan embung atau danau kecil, bendungan, sodetan sungai untuk akses irigasi, serta proses pipanisasi saluran air untuk diarahkan ke lahan-lahan pertanian.

Kemudian, juga dilakukan pemberian bantuan bibit varietas unggul yang memiliki daya tahan terhadap kondisi kekurangan air. Sehingga, pada saat sebelum terjadi musim kemarau ekstrem, komoditas pangan tersebut sudah bisa dipanen.

Upaya yang dilakukan itu memang merupakan upaya untuk mengantisipasi fenomena El Nino dalam jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, Kementerian Pertanian, salah satunya melakukan kerja sama dengan Korea Selatan untuk menerapkan konsep pertanian cerdas.

Indonesia bersama dengan Ministry of Agriculture, Food, and Rural Affairs (MAFRA) melalui Korean Agency of Education Promotion and Information Service in Food, Agriculture, Forestry and Fisheries (EPIS) menjalin kerja sama untuk konsep pertanian cerdas pada 2021-2025.
 

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, Dedi Nursyamsi (tengah) pada saat meninjau smart green house di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan di Kabupaten Malang, Jawa Timur. ANTARA/HO-BBPP Ketindan Malang/am.
Kerja sama tersebut bertujuan untuk meningkatkan minat petani muda milenial terlibat dalam bidang pertanian sebagai sebuah usaha atau bisnis dan meningkatkan kapasitas petani milenial dalam penggunaan teknologi K-Smart farming.

Kerja sama tersebut juga merupakan langkah untuk mendukung ketahanan pangan dengan mengadopsi pertanian K-Smart menggunakan sumber energi terbarukan serta merespons perubahan iklim global, termasuk menghadapi ancaman El Nino.

Konsep pertanian cerdas tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan sektor pertanian dengan mengendalikan iklim mikro pada smart green house yang berpengaruh terhadap peningkatan proses fotosintesis guna menghasilkan produksi maksimal.

Selain itu, proses pengairan yang menjadi kunci sektor pertanian juga dilakukan secara efisien, dengan memberikan air sekaligus nutrisi pada area di sekitar rizhosfer atau tanah yang berada di sektiar akar, sesuai dengan kebutuhan tanaman agar tidak ada air yang terbuang.

Pada smart green house tersebut dilakukan pengendalian iklim mikro yang berkaitan dengan suhu, kelembapan dan intensitas cahaya. Langkah itu bertujuan agar proses fotosintesis optimal dan memberikan hasil yang baik.

Konsep tersebut sudah diterapkan pada Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di lokasi tersebut, telah dibangun 11 unit smart green house dengan total luas mencapai 4.400 meter persegi dan 1.000 meter persegi lahan cerdas terbuka.

Proyek percontohan itu menggunakan teknologi maju, seperti sistem sensor iklim mikro secara otomatis maupun manual, sesuai dengan kebutuhan. Kemudian, server pengaturan dan perangkat pendukung otomatisasi iklim mikro, dan peralatan manajemen nutrisi.

Untuk saat ini, konsep pertanian pintar yang diterapkan di BBPP Ketindan tersebut memang baru pada sejumlah komoditas, seperti strawberi, tomat, jeruk, dan paprika. Untuk ketahanan pangan jangka panjang, konsep tersebut bisa diadopsi untuk tanaman pangan.


Jangka panjang

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian menyatakan bahwa konsep pertanian cerdas tersebut merupakan salah satu cara untuk menjawab tantangan fenomena El Nino ke depan.

Memang, untuk melakukan perubahan cara bercocok tanam menggunakan konsep pertanian cerdas perlu proses panjang, namun pada akhirnya diharapkan mampu menjawab tantangan untuk penyediaan pangan secara berkelanjutan.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian Dedi Nursyamsi menyatakan bahwa konsep pertanian cerdas tersebut akan diadopsi di Indonesia.

Tentu ini tidak bisa sekejap, ada proses, seperti pelatihan, pendidikan atau edukasi, utamanya bagi petani milenial. Bahwa caranya untuk mengendalikan El Nino itu menggunakan konsep pertanian cerdas.
 

Buah stroberi hasil pengembangan pada smart green house menggunakan konsep pertanian cerdas di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan di Kabupaten Malang, Jawa Timur. ANTARA/HO-BBPP Ketindan Malang/am.
Project manajer asal Korea Selatan Lee Kwang Woo menyatakan bahwa kerja sama dengan Indonesia tersebut dilakukan untuk memajukan sektor pertanian dalam negeri. Konsep yang diterapkan sama dengan yang dilakukan di Korea Selatan.

Untuk ke depan, konsep pertanian cerdas akan diterapkan untuk tanaman pangan, seperti padi atau jagung. Namun, untuk menerapkan konsep pertanian cerdas pada komoditas tersebut, dilakukan dengan skema lain yang juga efisien dan mampu meningkatkan produktivitas.

Saat ini, kerja sama untuk mengoptimalkan produksi tanaman pangan yang lebih efisien tersebut masih dalam tahapan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia. Namun, langkah untuk optimalisasi tanaman pangan itu terbuka dan bisa dilakukan.

Ketersediaan pangan untuk masyarakat Indonesia perlu dijamin oleh pemerintah melalui sejumlah upaya, termasuk pada saat terjadi fenomena El Nino, melalui skema antisipasi jangka pendek dan jangka panjang.

Fenomena El Nino yang terjadi pada 2023 diharapkan menjadi modal besar bagi Indonesia untuk menentukan arah kebijakan ketahanan pangan ke depan dengan menyiapkan sejumlah langkah yang bisa diterapkan secara berkelanjutan.

El Nino, memang tidak bisa dihindari, namun kebutuhan pangan masyarakat harus tetap terpenuhi sembari menyiapkan strategi yang berkelanjutan untuk masa depan lebih mandiri dalam menyediakan produk pangan yang berkualitas.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023