Akuntan dituntut untuk memahami konsep dan mendukung pencapaian keberlanjutan (SDGs) secara komprehensif, memahami bagaimana pengukuran, monitoring dan evaluasi, serta tata kelola dari kinerja tersebut
Depok (ANTARA) - Guru Besar Tetap di bidang Ilmu Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Ratna Wardhani meminta akuntan untuk lebih memahami Sustainable Development Goals (SDGs) secara utuh.

"Akuntan dituntut untuk memahami konsep dan mendukung pencapaian keberlanjutan (SDGs) secara komprehensif, memahami bagaimana pengukuran, monitoring dan evaluasi, serta tata kelola dari kinerja tersebut. Akuntan perlu mengambil leading roles dalam mengakselerasi pertumbuhan kinerja keberlanjutan," ujar Prof. Ratna Wardhani di Kampus UI Depok, Senin.

Menurut dia banyak perusahaan multinasional dan perusahaan besar di berbagai negara yang telah memiliki kesadaran mengenai pentingnya keberlanjutan dan melaporkan kinerja keberlanjutan mereka kepada pemangku kepentingan, termasuk perusahaan di Indonesia.

Namun, masih banyak perusahaan di Indonesia yang mengalami kesulitan dalam menetapkan strategi keberlanjutan yang tepat sasaran.

Lebih lanjut ia menjelaskan Sustainability Performance Measurement Framework (SPMF) lahir sebagai hasil proses systematic review yang dilakukan atas aturan, standar, dan panduan pelaporan keberlanjutan, yaitu POJK 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.

Selain itu, panduan teknisnya juga diatur dalam SEOJK 16/SEOJK.04/2021 tentang Bentuk dan Isi Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, exposure draft International Financial Reporting Standard (IFRS) Sustainability Disclosure Standards, Global Reporting Initiative (GRI) Standards, yang dikeluarkan oleh Sustainability Accounting Standards Board (SASB), dan panduan dari Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD).

Prof. Ratna mengamati 80 perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang memiliki skor Environmental, Social, and Governance (ESG). Dari 80 perusahaan tersebut, evaluasi dilakukan terhadap 68 perusahaan yang telah mempublikasikan Laporan Keberlanjutan tahun buku 2022.

Hasilnya, sebagian besar perusahaan telah mengungkapkan kinerja lingkungan terkait limbah, emisi, energi, dan air dan limbah cair. Kemudian, lebih dari 90 persen perusahaan telah mengungkapkan informasi kinerja terkait penggunaan energi di dalam organisasi, emisi cakupan 1 dan 2, serta pengelolaan limbah.

Sementara itu, indikator kinerja terkait keanekaragaman hayati, material, dan penilaian lingkungan terhadap pemasok relatif lebih sedikit diungkapkan.

"Saya ingin menekankan kembali bahwa pencapaian SDGs merupakan tanggung jawab kita bersama. Perusahaan sebagai entitas bisnis perlu melakukan strategi keberlanjutan dengan menggunakan kerangka yang jelas dan komprehensif," kata Prof. Ratna.

Dengan demikian, perusahaan dapat menjalankan strategi keberlanjutan dengan lebih terarah dan membuka kesempatan-kesempatan baru yang mendukung pertumbuhan, seperti kesempatan pendanaan, munculnya inovasi-inovasi bisnis baru, dan meningkatkan resiliensi perusahaan.

Ia menambahkan, adanya kerangka yang dikembangkan ini diharapkan dapat digunakan untuk mengakselerasi kinerja keberlanjutan oleh berbagai pihak dengan tentunya melakukan penyesuaian terhadap kontekstualnya masing-masing.


Baca juga: OJK terbitkan aturan baru penggunaan jasa akuntan publik
Baca juga: Akuntan publik dituntut respons dampak perubahan iklim
Baca juga: Ketua BPK minta IAI kembangkan "sustainability reporting" yang terukur

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023