Niamey (ANTARA) - Junta militer yang merebut kekuasaan di Niger pekan lalu menuduh Prancis merencanakan serangan untuk membebaskan Presiden Mohamed Bazoum yang ditahan dan mengembalikan pemerintah yang digulingkan.

Negara di Afrika Barat itu adalah bekas koloni Prancis yang merdeka pada 1960 dan Kementerian Luar Negeri Prancis tidak membenarkan atau membantah tuduhan itu.

Mereka mengatakan bahwa Pemerintah Prancis hanya mengakui Bazoum sebagai pemimpin Niger yang sah dan hanya berupaya melindungi warga negara dan kepentingan Prancis di sana.

Uni Afrika, PBB, dan negara-negara lain termasuk Prancis telah mengutuk tindakan junta yang menggulingkan pemerintah terpilih Niger.

Aksi itu menjadi kudeta militer ketujuh dalam waktu kurang dari tiga tahun di Afrika Barat dan Afrika Tengah, di mana sejumlah negara di wilayah itu semakin akrab dengan Rusia.

Laporan soal rencana Prancis itu muncul satu hari setelah blok regional Afrika Barat ECOWAS menjatuhkan sanksi kepada junta.

ECOWAS juga menyatakan bahwa mereka dapat mengizinkan penggunaan kekuatan untuk memulihkan kekuasaan Bazoum, yang dikurung di istana presiden oleh para pengawalnya pada Rabu.

Presiden Chad Mahamat Idriss Deby terbang ke Niger akhir pekan lalu untuk berusaha memediasi konflik. Pada Senin pagi, dia mengunggah foto-foto pertama Bazoum sejak kudeta, yang menampilkan sang presiden tersenyum dan sepertinya tidak terluka.

Deby mengaku telah bertemu dengan Bazoum dan pemimpin kudeta Jenderal Abdourahamane Tiani untuk mencari cara "menemukan solusi damai" tanpa menjelaskan hal itu lebih lanjut.

Salah satu pelaku kudeta, Kolonel Amadou Abdramane, dalam pidato televisi mengatakan bahwa pemerintah yang digulingkan telah memberi izin kepada Prancis untuk melakukan serangan ke istana presiden.

Izin diberikan melalui pernyataan yang ditandatangani Menteri Luar Negeri Hassoumi Massoudou, yang bertindak sebagai perdana menteri.

Abdramane tidak menjelaskan serangan seperti apa dan tidak memberikan bukti apa pun untuk mendukung pernyataan. Massoudou tidak bisa dihubungi via telepon.

Junta militer telah memperingatkan negara-negara lain untuk tidak berusaha membebaskan Bazoum karena akan memicu pertumpahan darah dan kekacauan.

Perebutan kekuasaan di Niger juga telah menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan di wilayah itu.

Pasukan Prancis dan negara-negara lain sedang berada di Niger untuk membantu tentara melawan kelompok bersenjata yang menyebar di Sahel, wilayah yang membentang dari Senegal ke Sudan.

Pada Minggu, para pendukung junta membakar bendera Prancis dan menyerang kedutaan besar negara itu di ibu kota Niger, Niamey, di mana polisi melepaskan gas air mata.

Para pemimpin kudeta menunjuk mantan komandan pengawal presiden, Jenderal Tiani, sebagai kepala negara. Mereka mengatakan Bazoum digulingkan karena tidak becus memerintah dan mengatasi ancaman kelompok militan.

Yevgeny Prigozhin, bos kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner, pekan lalu menyambut baik kudeta di Niger. Dia mengatakan pasukannya siap membantu mengembalikan ketertiban di sana.

Pemerintah Rusia pada Senin mengatakan bahwa situasi di Niger menimbulkan "kekhawatiran serius" dan menyerukan agar negara itu segera kembali ke tatanan konstitusional.

Kementerian Luar Negeri Jerman pada Senin mengatakan situasi di Niger masih dinamis dan ada kemungkinan kudeta tersebut bisa gagal.

Sumber: Reuters
Baca juga: AS tegaskan dukungan untuk Presiden Niger yang digulingkan
Baca juga: Uni Eropa tak akan pernah akui junta Niger
Baca juga: Afrika Barat bertemu bahas kudeta Niger, junta tolak intervensi

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023