Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) membantah harga BBM Pertamina lebih tinggi 6-9 persen seperti kajian Lembaga Penelitian,Pendidikan, dan Penerapan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Juru bicara Pertamina M Harun di Jakarta, Jumat mengatakan, kajian LP3ES itu belum memasukkan unsur pajak sebesar 15 persen yang terdiri dari pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan pajak atas bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) lima persen. "Kalau pajak-pajak itu dimasukkan, justru kajian LP3ES bisa lebih mahal 6-9 persen," katanya. Dengan demikian, lanjutnya, kesimpulan LP3ES yang menyatakan ada potensi kerugian negara Rp12 triliun akibat kelebihan subsidi sangat tidak berdasar. Semua jenis BBM baik BBM bersubsidi maupun non subsidi, yang dijual di dalam negeri dikenakan PPN, sedang khusus premium dan solar dikenakan tambahan PBBKB. Sebelumnya, LP3ES melansir hasil penelitiannya yang menyebutkan negara berpotensi mengalami kerugian Rp12 triliun tahun 2006, karena harga BBM Pertamina lebih tinggi 6-9 persen, sehingga negara terpaksa harus membayar subsidi lebih ke Pertamina. Meski kurang komprehensif, Pertamina menyampaikan terima kasih dan penghargaan sembari berharap pertukaran data dan informasi dapat terjalin lebih baik lagi dimasa mendatang. "Kajian akan lebih komprehensif dan akurat bila melibatkan Pertamina dalam klarifikasi data dan informasi sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang utuh dan tidak tendensius," kata Harun. Perhitungan harga BBM ditetapkan berdasarkan Perpres No 55 Tahun 2005 tentang Harga Eceran BBM Dalam Negeri. Perpres menyebutkan bahwa harga keekonomian adalah harga yang dihitung setiap bulan berdasarkan MOPS (Mid Oil Platt`s Singapura) rata-rata pada periode satu bulan sebelumnya ditambah 15 persen. MOPS yang menjadi dasar perhitungan adalah rata-rata dari nilai tertinggi dan terendah atau nilai tengah pada transaksi jual beli pada bursa minyak di Singapura. Misalkan, harga jual BBM bulan Juli 2006 akan diambil dari rata-rata nilai tengah MOPS selama satu bulan (15 Mei-15 Juni).(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006