Mataram (ANTARA) - Aparat Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat berhasil membongkar bisnis penjualan daging penyu hijau dengan menangkap tiga orang pelaku yang berdomisili di Kabupaten Sumbawa.

Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Arman Asmara Syarifuddin di Mataram, Selasa, mengatakan bahwa bisnis penjualan daging penyu hijau ini terungkap dari hasil pengawasan Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda NTB.

"Dari kasus ini, ketiga pelaku sudah kami tetapkan sebagai tersangka dengan barang bukti 10 boks styrofoam berisi daging penyu hijau," kata Arman saat merilis kasus tersebut.

Tiga orang tersangka yang berasal dari Kabupaten Sumbawa tersebut berinisial IGS (35), IGR (45), dan SM (65).

"Terhadap tersangka, penyidik menerapkan sangkaan pidana yang diatur dalam Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem serta Undang-Undang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan," ujarnya.

Aturan tersebut berkaitan dengan Pasal 40 ayat (2) dan/atau ayat (4) juncto Pasal 21 ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 88 huruf a jo. Pasal 35 ayat (1) huruf a UU RI No. 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Dalam aturan pidana yang kami sangkakan, ketiga tersangka terancam penjara paling lama delapan tahun dengan denda paling banyak Rp1,5 miliar," ucap Arman.

Baca juga: KKP mendukung proses hukum perdagangan penyu hijau

Dengan adanya penetapan tersebut, Kepala Unit Penegakan Hukum Direktorat Polairud Polda NTB Komisaris Polisi Agus Purwanta menjelaskan kronologis dari pengungkapan bisnis terlarang ini.

"Awalnya kami melakukan penangkapan terhadap IGS yang mengendarai truk di Pelabuhan Kayangan pada Selasa malam, 25 Juli 2023. Dalam truk angkutnya, ditemukan 10 boks styrofoam berisi daging penyu hijau," kata Agus.

Dalam satu boks itu berisi daging penyu hijau itu seberat 30 kilogram sehingga jumlah keseluruhan daging penyu hijau yang disita petugas mencapai 300 kilogram.

"Itu kalau dijual harganya Rp45 juta dengan asumsi per kilogramnya seharga Rp150 ribu," ujarnya.

Baca juga: Polda Bali tangkap pengepul 21 penyu hijau kiriman dari Madura

Dari hasil interogasi terhadap IGS yang berperan sebagai sopir truk, terungkap bahwa daging penyu hijau tersebut hendak diberangkatkan ke Bali untuk diserahkan kepada pemesan.

"Dari pengakuan IGS terungkap siapa yang menyuruh dan penyuplai, yakni IGR sebagai orang yang menyuruh dan SM sebagai penyuplai," tambahnya.

Dari keterangan IGS, polisi kemudian melakukan penelusuran keberadaan kedua pelaku lain. "Hasilnya pada Kamis (27/7), keduanya kami tangkap di rumahnya masing-masing di wilayah Sumbawa," katanya.

Dari hasil pemeriksaan terhadap SM terungkap bahwa bisnis penjualan daging penyu hijau ini merupakan tindak lanjut kerja sama dengan seseorang dari luar NTB.

Terhadap peran orang tersebut, Agus mengatakan pihaknya telah mendapatkan identitasnya dan kini masih dalam penelusuran di lapangan.

Baca juga: BKSDA harap aturan adat bisa cegah penyelundupan penyu ke Bali

Selain mengakui adanya peran orang lain, SM turut mengungkapkan kepada polisi bahwa dirinya dengan mudah mendapatkan daging penyu hijau itu dari para nelayan.

"Belinya dari nelayan. Harga belinya Rp400 ribu sampai Rp600 ribu per ekor, tergantung bentuk dan ukurannya. Semakin berat, semakin mahal," ujar dia.

Kepada penyidik, SM mengaku sudah dua kali mengirim daging penyu hijau tersebut ke Bali dan menjualnya ke beberapa restoran. SM menjalankan bisnis tersebut karena tergiur dengan keuntungan yang cukup besar.

Dengan terungkapnya kasus ini, Agus berharap masyarakat turut serta melakukan pengawasan dari keberlangsungan ekosistem laut, apalagi penyu hijau termasuk satwa laut yang dilindungi oleh negara.

"Sesuai dengan aturan pemerintah, semua jenis penyu di Indonesia adalah hewan yang dilindungi," katanya.

Baca juga: Polda Bali gagalkan penyelundupan 15 penyu hijau hidup

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023