Jakarta (ANTARA) - Pertemuan Co-operation Forum (CF) ke-14 yang digelar di Paradox Singapore Merchant Court at Clarke Quay, Singapura, sejak 31 Juli-1 Agustus 2023 berakhir, yang diikuti Indonesia dan sejumlah negara pantai, serta beberapa pemangku kepentingan.

Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Kementerian Perhubungan, Hartanto memimpin anggota delegasi Indonesia yang terdiri dari Direktur Kenavigasian, perwakilan dari Direktorat Perkapalan dan Kepelautan, Direktorat Kenavigasian, Atase Perhubungan KBRI Singapura, Atase Perhubungan KBRI Kuala Lumpur, serta Kemenko Maritim dan Investasi hadir di pertemuan itu.

Co-operation Forum (CF) adalah pertemuan tahunan di bawah kerangka Cooperative Mechanism yang dilakukan secara bergiliran oleh tiga negara pantai secara urutan alfabetikal. CF memegang peranan penting karena merupakan forum pertemuan pejabat setingkat eselon I/ high level (administrasi maritim) dari 3 negara pantai (Indonesia, Malaysia dan Singapura) dan negara pengguna selat, asosiasi dan organisasi internasional.

Tujuan pertemuan itu adalah untuk meningkatkan dialog dan diskusi mengenai isu-isu yang berkembang di bidang keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Singapura.

Pemerintah Indonesia menilai kehadiran dalam pertemuan itu sangat penting dan strategis sekaligus dalam kesempatan itu ingin menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk bekerja sama dengan negara pantai, negara pengguna, serta pemangku kepentingan terkait lainnya yang berada di bawah kerangka Cooperative Mechanism dalam meningkatkan kolaborasi guna mencapai tujuan bersama.

Indonesia percaya dalam pertemuan tersebut semua peserta dapat menyelesaikan semua isu yang menjadi kepentingan bersama di Selat Malaka dan Selat Singapura, termasuk isu-isu terbaru, dengan memperkuat koordinasi dan kerja sama, tidak hanya melalui forum ini, namun juga dengan mengimplementasikan proyek-proyek yang telah dimulai masing-masing negara.

Pada pertemuan tersebut, Indonesia menyampaikan paparan terkait Maritime Autonomous Surface Ships (MASS) dengan mengangkat isu Challenge and Opportunities Menghadapi Maritime Autonomous Era. Selain itu, Delegasi Indonesia juga mencermati secara khusus isu dekarbonisasi, Ballast Water Management dan Oil Spill Management.

Kondisi Indonesia sebagai salah satu penghasil tenaga pelaut terbesar di dunia memiliki tantangan tersendiri apabila dunia perkapalan bergeser menjadi Maritime Autonomous, di mana teknologi ini akan mengurangi jumlah awak di atas kapal karena kendali kapal sebagian besar akan dilakukan secara remote dari luar kapal atau di darat.

Indonesia mencatat pengembangan Maritime Autonomous Surface Vessels dan dekarbonisasi perkapalan telah menjadi isu yang muncul di sektor maritim global yang perlu difokuskan. Selain itu, Organisasi Maritim Internasional (IMO) juga telah menargetkan aturan terkait MASS dapat diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2028.

"Namun demikian, saya yakin bahwa upaya-upaya yang telah kita lakukan melalui Cooperative Mechanism dapat memungkinkan kita untuk terus bekerja dan beradaptasi menghadapi tantangan yang ada untuk mewujudkan industri pelayaran yang maju,” kata Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Kementerian Perhubungan Hartanto, di depan peserta forum.

Pelaksanaan Cooperation-Forum ke-14 ini diikuti oleh Pertemuan Tripartite Technical Expert Group (TTEG) ke-46 dan ditutup dengan Pertemuan Project Coordination Committee (PCC) ke-14.


Tiga negara pantai

Direktur Kenavigasian, Kementerian Perhubungan, Capt. Budi Mantoro menyatakan pertemuan CF ke-14 ini membahas beberapa hal, antara lain Initiatives to Enhance Safety of Navigation in SOMS, Technology to Enhance Navigational Safety, Maritime Autonomous Surface Ships, Maritime Decarbonisation, Ballast Water Management, Oil Spill Management.

Juga isu penting lainnya seperti Contribution of MSC to the Straits of Malacca and Singapore – 50 years of Cooperation with the littoral States – by Malacca Strait Council, Joint Hydrographic Survey of the Straits of the Straits of Malacca and Singapore – Project Overview – by Malaysia.

Indonesia juga menyampaikan Updates on the 27th and 28th Aids to Navigation Fund Committee Meetings serta Updates on ongoing Straits Projects under the Project Coordination Committee.

Pertemuan Co-operation Forum dilanjutkan dengan 2 pertemuan lainnya, yaitu Tripartite Technical Expert Working Group (TTEG) dan Project Coordination Committee (PCC) yang dihadiri oleh pejabat setingkat eselon II dari masing-masing negara pantai, untuk membahas usulan dan implementasi terhadap proyek-proyek yang telah disampaikan dan disetujui pada pertemuan Co-operation Forum.

Adapun Cooperative Mechanism dibentuk oleh tiga negara pantai (Indonesia, Malaysia, Singapura) dengan dukungan dari Organisasi Maritim Internasional (IMO), berdasarkan kesepakatan pertemuan menteri di Batam tahun 2005, Jakarta Statement ‘2005 (Senior Officer Meeting), Kuala Lumpur Statement ‘2006, serta Singapore Statement ‘2007.

Tujuannya adalah untuk mengaplikasikan Article 43 UNCLOS 1982, yang tujuannya mendorong peran serta negara pengguna dan pemangku kepentingan lainnya dalam peningkatan keselamatan dan perlindungan lingkungan di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Cooperative Mechanism memiliki tiga komponen, yaitu Cooperation Forum (CF) adalah Komponen Coperative Mechanism yang bertujuan untuk meningkatkan dialog dan diskusi mengenai isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan di Selat Malaka dan Singapura, serta untuk mengidentifikasi dan menyusun prioritas proyek dalam rangka peningkatan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan di Selat Malaka dan Singapura.

Selanjutnya Project Coordination Committee (PCC) yaitu Komponen Coperative Mechanism yang bertujuan untuk mengkoordinasikan implementasi berbagai kegiatan proyek yang dilaksanakan dalam kerangka Coperative Mechanism.

Terakhir ada Aids to Navigation Fund (ANF) yakni Komponen Cooperative Mechanism yang bertujuan untuk menghimpun kontribusi dari negara-negara pengguna dan pemangku kepentingan dalam mengelola dan memelihara Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di selat Malaka dan Singapura.

Pertemuan-pertemuan ini dihadiri oleh delegasi-delegasi yang berasal dari tiga negara pantai, Indonesia, Malaysia dan Singapura, negara-negara pengguna, organisasi antarpemerintah, serta organisasi nonpemerintah.

Indonesia berharap dalam pertemuan dan kerja sama semua pemangku kepentingan dapat meningkatkan keselamatan pelayaran, perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura, sekaligus menyediakan jalur pelayaran yang aman, terbuka, dan bersih bagi pelayaran internasional.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023