Jakarta (ANTARA) -
Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Kiki Verico mengungkapkan sejumlah langkah untuk mendorong pertumbuhan industri manufaktur, salah satunya dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) manufaktur.
 
“Bisa dilihat mayoritas SDM manufaktur di Indonesia itu unskilled. 17 per 18. Jadi 90 persen unskilled. Hanya 0,5 persen yang skilled. Artinya apa? Skill manufaktur mesti ditingkatkan. Walaupun banyak teori yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan skill SDM manufaktur itu, investasi harus masuk dulu,” katanya dalam diskusi daring bertajuk “Industrialisasi sebagai Penggerak Perekonomian Nasional” yang dipantau di Jakarta, Senin.
 
Hal lain yang Kiki soroti untuk bisa mendorong pertumbuhan industri yaitu mengubah orientasi Indonesia menjadi basis produksi yang hijau.
 
Menurut Kiki, Indonesia perlu melakukan transformasi dengan menjadi basis produksi, khususnya dengan pendekatan industri hijau sebagaimana tren yang tengah terjadi di dunia saat ini.
 
“Lalu, harus jaringan yang green (hijau). Sekarang itu kita tidak bisa menjual produk kalau produknya tidak green. Kalau produknya tidak green, nanti tidak bisa masuk (jaringan) dunia. Tidak bisa jual kemana-mana. Sehingga dari awal, kalau kita mau mendorong manufaktur, harus pro lingkungan. Environment friendly (ramah lingkungan),” katanya.
 
Kiki menyebut pula bahwa orientasi Indonesia menjadi basis produksi merupakan salah satu upaya dalam melakukan transformasi.
 
Pasalnya, manufaktur tidak dibuat oleh satu negara dari awal hingga akhir melainkan dibutuhkan kerja sama dengan negara lain. Maka, transformasi perlu dilakukan untuk bisa mendongkrak industri agar bisa tumbuh lebih pesat lagi.
 
Di sisi lain, pemerintah juga perlu terus mendorong ekonomi yang inklusif dalam artian tidak hanya investasi besar saja yang didukung melainkan juga investasi kecil dengan kreativitas entrepreneurship.
 
“Contohnya manufaktur yang berbasis digital. Misalnya usaha kecil di rumah tapi menggunakan teknologi seperti desain, pembuatan perangkat elektronik, atau desain kreatif dan lainnya,” katanya.
 
Indonesia, lanjut Kiki, juga perlu mengidentifikasi mitra dekat produksi dan produk unggulannya. Tidak hanya itu, Indonesia juga dinilai perlu mengidentifikasi mitra dekat investasi dan produk unggulannya.
 
Berdasarkan hasil kajian yang ia lakukan, ia mencatat bahwa Vietnam, Filipina dan Pakistan bisa menjadi jaringan produksi bagi Indonesia. Adapun Korea Selatan dan Australia dinilai berpotensi menjadi mitra investasi. Sedangkan produk unggulan yang bisa dibidik yaitu sel baterai, termasuk baterai kendaraan listrik.
 
“Sekali lagi kita punya potensi besar bermitra kuat dengan Vietnam. Produknya, kita bisa iron, nikel, dan tin. Ini produk industri masa depan. Sekarang, siapa potensi investor terbesarnya? Dari hasil studi saya, Indonesia berpotensi bermitra kuat dengan Vietnam, didukung Korea dan Australia karena kita sudah ada ada CEPA. Ini punya potensi untuk menggawangi industri masa depan yaitu electric termasuk EV (kendaraan listrik),” tutur Kiki.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas ditargetkan sebesar 6,4 persen dan kontribusi industri terhadap PDB sebesar 19,2 persen pada tahun 2025,

Baca juga: Transisi menuju EV perlu ditunjang peningkatan SDM dan manufaktur
Baca juga: Kemenperin mencetak tenaga kerja kompeten penuhi kebutuhan industri
Baca juga: Menperin tekankan SDM industri harus punya produktivitas tinggi

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023