Angka ekspor dan impor yang lebih lemah itu hanya menggarisbawahi permintaan eksternal dan domestik yang lemah dalam ekonomi China
Singapura (ANTARA) - Dolar berbalik naik secara meyakinkan di sesi Asia pada Selasa sore, karena para pedagang berjuang untuk menguasai pandangan pertumbuhan yang berbeda antara dua ekonomi terbesar dunia, meskipun mereka sebagian besar mengabaikan serangkaian angka perdagangan China yang mengecewakan.

Impor dan ekspor China turun jauh lebih cepat dari yang diharapkan pada Juli, data pada Selasa menunjukkan, dengan impor jatuh 12,4 persen dari tahun sebelumnya sementara ekspor berkontraksi 14,5 persen, tanda lain dari pemulihan ekonomi negara itu yang goyah.

Yuan dan dolar Australia dan Selandia Baru memperpanjang penurunan mereka dalam reaksi spontan awal terhadap angka tersebut, tetapi mereka kemudian memangkas sebagian dari kerugian tersebut karena taruhan bahwa data yang lemah memperkuat perlunya langkah-langkah stimulus lebih lanjut dari Beijing.

Mereka terakhir lebih rendah, terbebani oleh dolar AS yang lebih kuat. Yuan di pasar luar negeri jatuh ke level terendah lebih dari dua minggu di 7,2334 per dolar, sementara yuan di pasar domestik juga turun ke level terendah lebih dari dua minggu di 7,2223 per dolar.

Aussie melemah 0,38 persen menjadi 0,6549 dolar AS, sedangkan kiwi turun 0,55 persen menjadi 0,60735 dolar AS. Dua mata uang Antipodean itu sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan China.

"Angka ekspor dan impor yang lebih lemah itu hanya menggarisbawahi permintaan eksternal dan domestik yang lemah dalam ekonomi China," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia.

"Saya pikir pasar semakin tidak sensitif terhadap angka ekonomi China yang mengecewakan... Kita sampai pada titik di mana data yang lemah hanya akan memperkuat seruan untuk dukungan kebijakan lebih lanjut."

Di tempat lain, dolar AS naik secara luas dan menambah kenaikan 0,6 persen terhadap yen Jepang. Terakhir berdiri di 143,26 yen.

Data pada Selasa menunjukkan bahwa upah riil Jepang turun selama 15 bulan berturut-turut pada Juni karena kenaikan harga yang tiada henti, tetapi pertumbuhan gaji nominal tetap kuat di tengah kenaikan gaji untuk pekerja berpenghasilan tinggi dan krisis tenaga kerja yang meluas.

Sementara pergerakan mata uang minimal di awal hari Asia, greenback memperpanjang kenaikannya selama sesi perdagangan karena sentimen risiko berubah rapuh dan saham Asia gagal mendorong reli Wall Street.

"Ini pasti menjadi gelombang pembelian dolar AS," kata Sean Callow, ahli strategi mata uang senior di Westpac.

"Mungkin pasar hanya mengharapkan bahwa akan ada nada yang lebih optimis terhadap selera risiko hari ini, mengingat ekuitas AS menguat."

Sterling turun tipis 0,25 persen menjadi 1,2753 dolar, sementara euro turun 0,09 persen menjadi 1,0991 dolar.

Mata uang bersama telah tergelincir terhadap dolar AS di sesi sebelumnya di tengah berita bahwa produksi industri Jerman turun lebih kuat dari perkiraan pada Juni.

Indeks dolar naik 0,18 persen menjadi 102,26, menjauh dari level terendah satu minggu yang dicapai pada Jumat (4/8/2023) setelah laporan pekerjaan AS beragam yang menunjukkan pasar tenaga kerja mendingin, tetapi masih tangguh.

Itu menambah harapan skenario soft-landing di ekonomi terbesar dunia, dalam menghadapi kenaikan suku bunga agresif Federal Reserve.

Semua mata sekarang tertuju pada data inflasi Kamis (10/8/2023) di mana ekspektasi harga konsumen inti di Amerika Serikat telah meningkat 4,8 persen pada basis tahunan pada Juli.

"Beberapa orang akan berpendapat bahwa pertumbuhan AS sangat kuat saat ini, yang secara alami akan menyebabkan risiko inflasi yang lebih besar," kata Gary Dugan, kepala investasi di Dalma Capital.

"Dengan pembuatan kebijakan suku bunga Fed yang bergantung pada data, setiap titik data telah memunculkan tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi."

Baca juga: Dolar naik tipis di awal sesi Asia jelang data ekonomi AS dan China
Baca juga: Dolar defensif di sesi Asia, fokus beralih ke data inflasi AS, China

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023