Kesadaran masyarakat terhadap mitigasi bencana harus dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu caranya adalah melalui pendekatan teknologi,
Banda Aceh (ANTARA) -
Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh melalui Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) meningkatkan kesadaran mitigasi bencana kepada masyarakat berbasis teknologi.
 
"Kesadaran masyarakat terhadap mitigasi bencana harus dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu caranya adalah melalui pendekatan teknologi," kata Ketua TDMRC USK Prof Dr Syamsidik di Banda Aceh, Rabu.
 
Ia menjelaskan pihaknya menyelenggarakan workshop sekaligus Focus Group Discussion (FGD) terkait pengetahuan masyarakat berbasis teknologi, di mana teknologi tersebut bukan hanya bermakna fisik semata, tapi bisa lebih luas dari itu.
 
Kegiatan tersebut merupakan salah satu rangkaian dari proyek Technology-based Community Knowledge; Achieving Disaster Resilience in Urbanised Areas atau Pengetahuan Masyarakat Berbasis Teknologi.
 
"Kegiatan ini juga bertujuan untuk mencapai ketahanan bencana di daerah perkotaan ini dijalankan atas kolaborasi dari TDMRC USK dengan University of Huddersfield United Kingdom dan Teeside University United Kingdom, serta didukung oleh Royal Academy of Engineering, United Kingdom (RAENG)," katanya.
 
Ia mengatakan peserta kegiatan berasal dari berbagai latar belakang seperti pemerintah, akademisi, praktisi, pelajar, media, dan komponen masyarakat lainnya.
 
Ia mencontohkan, ketika early warning system (EWS) tsunami berbunyi yang ternyata menimbulkan kepanikan di masyarakat. Saat itu respon komunitas atau masyarakat bukannya siaga, melainkan kemarahan.
 
Oleh sebab itu, melalui FGD ini dirinya berharap bisa mendapatkan banyak masukan agar upaya pengurangan risiko bencana bisa berjalan optimal di masyarakat.
 
Project Lead Program ini, Ezri Hayat mengatakan tujuan utama dari proyek ini adalah untuk menciptakan dunia yang lebih aman dan tangguh dalam menghadapi bencana dengan memanfaatkan kekuatan teknologi.
 
Ia menyatakan wilayah Asia Tenggara adalah rumah bagi lebih dari 667 juta penduduk. Wilayah tersebut merupakan wilayah paling rentan bencana di dunia dengan lebih dari 6.000 orang dan lebih dari 11 miliar dolar AS hilang dalam 5 tahun terakhir.
 
Karena itu Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan bagian integral dari pembangunan sosial-ekonomi suatu wilayah dan dianggap sebagai elemen kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan mengurangi kerugian jiwa dalam bencana besar.
 
“Salah satu elemen penting dalam mencapai ketahanan (resiliensi) terhadap risiko bencana adalah pengetahuan berbasis masyarakat,” katanya.
 
Ia juga berharap melalui FGD itu akan terbentuk jaringan antara semua kalangan yang akan meningkatkan kesadaran dan mendorong kolaborasi efektif antara para peneliti dan khalayak luas dalam disiplin teknologi digital dan PRB.
 
“Diskusi ini nantinya akan membuka ruang untuk mencari ide-ide inovatif, sehingga dapat diadopsi lebih luas dalam upaya mencapai ketahanan bencana,” demikian Ezri Hayat.

Baca juga: Wapres minta Aceh mitigasi bencana sebagai daerah rawan

Baca juga: Pakar: Pengetahuan mitigasi bencana tsunami di Aceh masih minim

Baca juga: Penelitian awal gempa Samosir digagas bersama BMKG-USK-Aceh Besar

Baca juga: Rumah Amal USK donasi Rp50 juta untuk korban gempa Turki


 

Pewarta: M Ifdhal
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023