"Selain 430 karton obat yang sudah kita gagalkan. Kami juga sudah mencegah sebanyak 200 karton lainnya yg belum sempat kita proses,"
Tangerang (ANTARA) - Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPUBC TMP) C Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang kini kembali melakukan pencegahan ekspor terhadap 200 karton obat tradisional tanpa izin edar melalui jasa pengiriman barang.

"Selain 430 karton obat yang sudah kita gagalkan. Kami juga sudah mencegah sebanyak 200 karton lainnya yg belum sempat kita proses," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani di Tangerang, Rabu.

Ia menyampaikan, penindakan terhadap pengiriman ke 200 karton yang diduga berisi barang ilegal tersebut merupakan hasil tindak lanjut dari ungkap kasus obat-obatan tidak memiliki izin edar (TIE).

"Sekarang masih sedang tahap penyidikan tim Bea Cukai," ucapnya.

Ia menyebutkan, atas hasil pengamanan itu kemudian nantinya Bea Cukai Soekarno-Hatta bakal berkoordinasi dengan BPOM RI untuk memproses sesuai dengan hukum yang berlaku, dan setelah itu barang bukti obat tanpa izin edar tersebut diserahkan.

"Tentunya nanti akan kita serahkan ke BPOM untuk penindakan-nya," tuturnya.

Ia mengungkapkan dalam hal ini pihaknya pun belum bisa menjelaskan secara rinci terkait tersangka dan asal muasal barang dari proses penindakan tersebut.

Namun, lanjut dia, secara umum barang bukti yang di dapat ada empat jenis komoditi obat ilegal. Diantaranya seperti Montalin, Tawon Liar, Gingseng Kianpi Pil dan Samyunwan hasil produksi dalam negeri.

"Untuk jenisnya sama dengan hasil ungkap sebelumnya. Dan selama 2023 itu sekitar 7 kali cegahan dilakukan untuk kegiatan eksportasi obat-obatan," terangnya.

Ia menegaskan, Bea Cuka akan terus aktif untuk mengidentifikasi adanya peredaran barang ilegal di Indonesia dan pihaknya pun mengimbau kepada masyarakat untuk dapat melaporkan kepada Kantor Bea Cukai apabila menemukan adanya indikasi peredaran barang ilegal dan berbahaya di sekitarnya.

"Kami juga di Soetta secara konsisten memperketat pemasukan obat impor. Kita lakukan seperti untuk importasi barang kiriman, kemudian barang penumpang yang terjadi membawa obat lebih kapasitas," ujar dia.

Sebelumnya, Bea Cukai Soetta bersama Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tekah berhasil mencegah upaya penyelundupan obat-obatan ilegal sebanyak 430 karton atau 4.865 ton yang ditujukan ke negara Uzbekistan.

Dari temuan upaya penyelundupan itu, didapat 430 karton obat tradisional (OT) yang mengandung bahan kimia obat (BKO) dengan diketahui tidak memiliki izin edar (TIE), dan diperkirakan nilai barangnya itu kurang lebih sebanyak Rp4 miliar.

"Masing-masing jumlahnya itu mencapai 430 karton dengan nilai daripada barang cegahan ini mencapai Rp4,1 miliar yang tadi rencananya akan diekspor," kata Askolani

Atas hasil temannya itu, tim penyidik Bea Cukai mengamankan satu orang tersangka yang berperan sebagai pengirim dari barang bukti tersebut.

Selain itu, atas pencegahan obat ilegal tersebut diketahui dari CV Panca Andri Perkasa yang beralamat di Neglasari, Kota Tangerang, Banten.

Produk obat tradisional mengandung bahan kimia obat dengan berat keseluruhan sebanyak 4 ton lebih dengan rincian 200 Karton, 100 Pcs, Tawon Liar sebanyak 50 Karton, 200 Pcs, Gingseng Kianpi Pil sebanyak 30 Karton, 48 Pcs, dan Samyunwan sebanyak 150 Karton, 30 Pcs.

Produk ini diklaim sebagai nutrition suplement dengan tujuan ekspor Uzbekistan dan akan digunakan sebagai pereda nyeri, pegal linu, dan penggemuk badan. Pelaku diketahui telah berulang kali melakukan pengiriman ke luar negeri dengan modus menggunakan nomor izin edar dan HS code fiktif produk yang terdaftar," ujarnya.

Pada 2 Agustus 2023, BPOM melakukan operasi penindakan sebagai pengembangan kasus ke sarana lainnya yaitu ruko JNE, ruko samping ekspedisi di Depok, dan JNT Serpong.

Pada penindakan tersebut ditemukan produk Montalin (1.140.000 kapsul), Ginseng Kianpi Hijau (884.280 kapsul), Ginseng Kianpi Gold (196.440 kapsul), Samyunwan (432.000 kapsul), dan Tawon Liar (872.000 kapsul) sehingga total keseluruhan barang bukti sebanyak 3.524.810 kapsul dengan nilai ekonomi Rp14,1 miliar.

Atas temuan kasus tersebut, pihaknya menyangkakan tersangka berdasarkan Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pelaku pelanggaran ini terancam pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan terhadap kegiatan memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha atau nomor izin edar, terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.5 miliar.

Pewarta: Azmi Syamsul Ma'arif
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023