Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus percobaan suap di Mahkamah Agung (MA), Harini Wijoso, dalam pledoinya menyatakan menolak dinilai bekerjasama dengan Pono Waluyo dan rekannya untuk menyuap Bagir Manan. "Saya tidak berbuat seperti yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Pono ternyata membohongi dari awal hingga akhir," kata Harini Wijoso saat membaca pledoi di persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Senin. Dijelaskannya ia sama sekali tidak mengenal rekan-rekan Pono Waluyo yaitu Sudi Ahmad, Sriyadi, Suhartoyo dan Malem Pagi Sinuhadji. "Saya justru ditipu oleh mereka sejak awal hingga akhir," tegasnya. Dalam pledoinya Harini juga menyatakan sama sekali tidak pernah meminta untuk mengurus perkara tersebut. "Tidak semua orang dengan mudah bertemu dengan Pak Probo, saya hanya diberi kuasa untuk mengambil putusan kasasi itu. Bukan saya yang meminta untuk mengurus kasus ini, justru Pak Probo yang menyuruh pada saya. Atas dasar itu, Harini yang mengaku mengidap sejumlah penyakit antara lain rematik tersebut meminta pada Majelis untuk mengeluarkan putusan dengan bijak. Sementara itu kuasa hukum Harini yang beranggotakan Soeprijadi dalam pledoi menyatakan Harini adalah korban penipuan sehingga kasusnya tidak dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi. "Harini justru dibohongi dengan pemberian amar putusan palsu hasil bikinan Sudi Ahmad," kata penasehat hukum Harini. Atas dasar kenytaan tersebut maka penasehat hukum meminta agar majelis membebaskan kliennya atau memutuskan hukuman seadil-adilnya. JPU yang beranggotakan Wisnu Baroto dan Edy Hartoyo akan mengajukan jawaban atas pledoi terdakwa dan penasehat hukumnya. Majelis hakim yang diketuai oleh Kresna Menon akan melanjutkan persidangan Selasa (27/6) dengan agenda tanggapan JPU atas pledoi. Dalam persidangan itu pun majelis menolak permohonan penasehat hukum terdakwa yang mengajukan permohonan penangguhan penahanan atas nama kliennya. Dalam persidangan sebelumnya JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan kepada Harini. JPU menilai Harini telah melakukan permufakatan jahat dan memberikan atau menjanjikan sejumlah uang atau hadiah kepada pegawai negeri sipil.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006