Kalau saja Mancio -panggilan akrab Mancini - dipecat karena dikalahkan MU maka manajemen City menganut prinsip makin banyak biaya dikeluarkan, makin tinggi juga mutu barang yang dibeli
Jakarta (ANTARA News) - Manchester gunjang-ganjing. Duel sekota antara Manchester United (MU) melawan Manchester City menyeret-nyeret pertanyaan bagi setiap hati dari mereka yang merindu halte kemenangan tim kesayangannya, yakni tim mana yang akan memenangi laga dua tim sekota itu?

Tarung derbi Manchester memanggungkan drama adu kehormatan. Jika saja City menang lawan United dalam pertandingan yang digelar di Stadion Old Trafford pada Selasa dini hari WIB, maka anak asuh pelatih Roberto Mancini bakal berjalan dengan dada membusung.

Jika saja anak asuhan Alex Ferguson yang menang, maka pasukan "Setan Merah" berada di gerbang juara yang ke-20 di Liga Inggris (Primer League).

Kemenangan dapat diibaratkan sebagai buah segar ranum siap dikonsumsi, sementara kekalahan dapat diibaratkan sebagai buah yang disesaki belatung-belatung.

Hati dapat saja membusuk dalam tunggang langgang kehidupan manakala belatung-belatung ingin menang sendiri menggerogoti buah-buah kemuliaan ziarah hidup.

Baik MU maupun City sama-sama ingin menang. Kedua tim berhadapan dengan fatsun tindakan ingin meraih kemenangan. Maksud baik membenarkan sarana-sarana buruk (finis bonus sanctificat media mala).

Dikalimatkan, "tim saya ingin selalu menang, maka saya berhak menggunakan segala cara, tanpa perlu menghiraukan apakah cara itu baik atau cara itu buruk". Pokoknya menang, persetan dengan cara.

Hati manajemen City tidak ingin membusuk lantaran menerima kekalahan dari United. Kalah, artinya MU meraup 18 poin, dan posisi pelatih asal Italia itu bakal membusuk alias menerima palu godam pemecatan. Jangan mengira bahwa hati MU tidak juga pernah membusuk?

Mimpi MU meraih multigelar di musim ini pernah membusuk, setelah didepak Real Madrid di ajang Liga Champions. Ayunan langkah Setan Merah juga dihentikan Chelsea pada laga ulang perempat final Piala FA (1/4).

Kekompakan lini belakang tim asuhan pelatih asal Skotlandia itu pernah menjadi bahan cemooh akibat kebobolan 28 gol dalam 19 gameweek pembuka hingga tarung boxing day kontra Newcastle.

Kedua tim pernah menyambangi episode hati yang membusuk. Keduanya sama-sama melakoni bahwa kemenangan dapat diraih bila tujuan baik maka cara juga baik.

Manajemen City memegang teguh prinsip ekonomi, bahwa makin besar kerugian, harus makin mulia juga kebaikan atau kemenangan. Makin mulia maksud, boleh makin besar juga kerugian terkandung dalam laga yang digelar di dalamnya.

Kalau saja Mancio -panggilan akrab Mancini - dipecat karena dikalahkan MU maka manajemen City menganut prinsip bahwa makin banyak biaya dikeluarkan, harus makin tinggi juga mutu barang yang dibeli.

Mancini beroleh lima tahun kontrak pada musim lalu. Pemodal City, Sheikh Mansour ingin memperoleh kepastian akan kemenangan dari kontrak itu. Kekalahan dapat dibaca sebagai sebagai hati yang membusuk.

Hati siapa yang tidak berangsur membusuk, setelah menyaksikan bahwa City kini tertinggal 15 poin di belakang MU, dan tersingkir dari Liga Champions.

Asa sudah dikerahkan, dana sudah digelontorkan, dan tujuan-tujuan sudah dikerek di tiang kejayaan, tetapi masih saja hati City ditoreh kekalahan.

Sebagai klub berkocek tebal, Mancini pernah membidik Robin van Persie, yang akhirnya milik United. Waktu itu Mancini berkomentar, "Saya yakin kami akan mendulang sukses musim ini, kami akan berbuat sebaik mungkin di pasar pemain." Akhirnya, penampilan van persie menjadi salah satu tulang punggung ketajaman MU.

Eden Hazard dan Oscar pernah masuk radar dari target City. Penampilan kedua tim di mata pengamat kini kompetitif di Liga Inggris. Sementara Ferguson menyabet gelar pertama dengan mendatangkan Roy Keane.

Ketika Ruud van Nistelrooy dan Juan Veron tiba di United pada 2001, pasukan Setan Merah mampu memenangi tiga gelar. Dapat dibandingkan bahwa Jose Mourinho membelanjakan 119,9 juta poundsterling untuk memberi Chelsea gelar Liga Inggris.

"Saya tidak tahu berapa banyak uang yang dapat kami belanjakan," kata Mancini. "Setahu saya, di masa lalu United mengeluarkan banyak uang untuk membeli sejumlah pemain kunci."

"Sekarang mereka tidak membelanjakan banyak dana setiap tahun. United tampil sebagai tim yang hebat, mereka hanya perlu membeli satu pemain hebat setiap tahun karena mereka tim yang kuat. Bagi kami, ini jelas berbeda," katanya juga.

Deretan pernyataan Mancini itu secara tersirat mengakui aura kepemimpinan Ferguson. Mancini merumuskan sebuah tujuan dengan cara yang baik, bahwa kemenangan melawan seteru lawasnya itu dapat diraih bila sebuah tim menghidupi kepercayaan diri.

Hati membusuk tidak akan membuahkan hati kemenangan. Ini episode dari duel MU melawan City.

"Tidak ada tim yang tampil mulus manakala melawan United karena mereka tampil tanpa kepercayaan diri," kata Mancini ketika menjawab pertanyaan soal penampilan Sunderland.

"United tim yang kuat sekarang karena mereka tampil digdaya sebagai tim. Setiap tim yang menghadapi United bermain sangat encer karena mereka berpikir bahwa pertandingan berjalan alot, akhirnya mereka tidak dapat mengalahkan United," katanya.

Hati Mancini tidak ingin cepat-cepat membusuk karena ia memahami kelebihan MU. "Jika mereka tampil kokoh melawan United, maka mereka dapat mengalahkan mereka," katanya.

"Ini normal dalam sepak bola, karena United telah begitu lama menjadi tim yang sangat kuat. Saya tidak mengatakan mreka tidak tampil seratus persen. Jika anda bermain dengan bermodal mentalitas kokoh dalam sepak bola, maka anda dapat mengalahkan lawan," katanya juga.

"Kami tim yang masih relatif muda. Mungkin 10 tahun lagi kami mampu menyamai mereka. Sebagai klub, kami perlu waktu. Ini tidak dapat diperoleh hanya dalam dua tahun".

Ferguson juga mampu keluar dari jerat hati yang membusuk. Bagi manajer gaek itu, kemenangan hanya dapat dicapai dengan melakukan transformasi diri.

Mengapa? "Karena kalau saja kami kalah maka gaungnya banyak dirasakan oleh banyak orang dalam klub, karena itu para pemain kami fokus kepada satu tujuan yakni memenangi setiap laga," kata Fergie.

Bermodal kepercayaan diri itu, Ferguson menyemangati para pemain mudanya. Ia tidak ingin para pemain mudanya mengidap virus dari hati yang membusuk.

Ia kemudian menunjuk kepada Michael Carrick yang terus menunjukkan grafik penampilan yang terus meningkat. David De Gea misalnya, di tahun mendatang ia digadang-gadang terus tampil kinclong di bawah mistar MU.

"Robin (Van Persie) membuktikan diri sebagai pemain fantastis. Saya masih berharap kepada (Danny) Welbeck dan (Tom) Cleverley. Kami berada di posisi yang lebih menguntungkan ketika menatap masa depan," kata Ferguson.

Rekor perolehan poin terbanyak MU di Liga Inggris sejauh ini terjadi pada musim 1999-2000. Pada musim itu, penampilan David Beckham dkk menjadi penampilan terbaik dengan meraup 91 poin.

Red Devils sebenarnya pernah beroleh 92 poin ketika menjadi juara musim 1993-1994, meski saat itu Premier League masih beranggotakan 22 tim.

Ketika membaca langkah yang ditempuh Mancini dan Ferguson untuk keluar dari ranjau hati yang membusuk, kedua pelatih mengambil langkah berbeda. Alasannya, tiada satu daftar urutan nilai yang sama bagi semua pelatih.

Mancini dan Ferguson sama-sama menghadapi penegasan bahwa jika ada lebih banyak alternatif yang semuanya mengandung nilai keburukan, dan yang semuanya seimbang dengan kebaikan tujuan, maka harus dipilih alternatif dengan keburukan paling buruk.

Oblada...obladi...tujuan yang baik menuntut cara yang baik pula. Jika anda pebisnis, maka carilah cara yang baik di tengah gurun pilihan jenis usaha yang baik. Jangan hati anda disesaki belatung-belatung mau menang terus, apalagi mau menang sendiri.


Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013