"Golkar itu secara tradisional agak susah berkoalisi dengan PDIP, maka masuk akal dia kalau merapat ke Prabowo dan Gerindra,"
Bengkulu (ANTARA) - Pakar politik sekaligus akademikus Universitas Bengkulu Dr Panji Suminar menyebutkan bergabungnya Golkar dan PAN dengan Gerindra dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya menjadi pilihan rasional dua partai politik tersebut.
 
"Golkar itu secara tradisional agak susah berkoalisi dengan PDIP, maka masuk akal dia kalau merapat ke Prabowo dan Gerindra," kata Panji Suminar di Bengkulu, Minggu.
 
Kemudian, lanjut dia Golkar dan PAN juga akan kerepotan kalau berkoalisi bersama koalisi yang mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden karena kedua parpol tersebut merupakan partai politik lingkaran politik kekuasaan.
 
Kalau dua parpol tersebut memutuskan untuk bergabung dalam Koalisi Perubahan dan Persatuan, tentunya mereka harus siap berseberangan dengan lingkar politik yang berada di sekeliling Jokowi yang lebih menaruh dukungan pada sosok Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo.
 
"Jadi memilih Prabowo itu lebih aman bagi Airlangga, Zulkifli Hasan, Golkar dan PAN. Baik untuk Pemilu Presiden 2024, maupun pemilu legislatif," kata dia.
 
Kemudian, arus bawah dari dua parpol tersebut sebenarnya lebih mengarahkan pilihan sosok capres yang mereka dukung pada Anies Baswedan atau Prabowo Subianto.
 
Oleh karena itu, kalau Golkar atau PAN memilih bergabung dengan PDIP dalam mengusung Ganjar, maka arah politik di tingkat elite dan arus bawah parpol akan berbeda.
 
Hal itu tentu saja akan berpotensi menggerus suara partai dalam Pemilu Legislatif 2024. Arus bawah dan tingkat elite yang tidak sejalan tentunya akan membuat kinerja parpol dalam memenangkan pemilu legislatif akan terganggu.
 
Bahkan, lanjut Panji Suminar bisa saja Golkar atau PAN tidak mencapai ambang batas parlemen kalau kerja partai terganggu karena keterbelahan dukungan yang menyebabkan tidak solidnya kader serta simpatisan.
 
"Oleh karena itu, bergabung dengan Gerindra merupakan pilihan rasional Golkar dan PAN, mereka aman di tingkat elite, juga tidak terganggu ceruk suara di arus bawah parpol," ujarnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) disebutkan bahwa pasangan calon presiden/wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden/wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023