Amar putusan: mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima
Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Amar putusan: mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa.

Majelis hakim konstitusi berkesimpulan bahwa pokok permohonan para pemohon dalam perkara nomor 68/PUU-XXI/2023 itu adalah kabur. Seandainya tidak kabur, permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Adapun pokok permohonan MAKI, sebagaimana termaktub dalam petitumnya, adalah memohon mahkamah agar menyatakan masa jabatan pimpinan KPK yang telah diubah menjadi lima tahun mulai diberlakukan untuk masa kepemimpinan berikutnya.

Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menjelaskan bahwa petitum pemohon tersebut bersifat ambigu dan tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada kepastian berkaitan dengan periode berikutnya yang dimaksud.

"Rumusan petitum ‘kepemimpinan periode berikutnya’ tidak jelas waktunya dan dapat dimaknai kapan saja. Sementara itu, dalam posita (dalil) permohonan disebutkan periode 2023-2028, sehingga dapat dinilai terdapat inkonsistensi antara posita dan petitum permohonan," tutur Sitompul.

Selain itu, majelis menimbang dalil para pemohon yang menyatakan pimpinan KPK saat ini tidak berprestasi, melanggar kode etik, dan nampak terpengaruh oleh kekuasaan politik sehingga tidak perlu diperpanjang masa jabatannya, merupakan bukan persoalan inkonstitusional norma.

Baca juga: MAKI harap masa jabatan pimpinan KPK berlaku pada periode selanjutnya

"Sehingga bukan merupakan kewenangan mahkamah untuk menilainya," ucap Sitompul.

Sitompul juga menyebutkan putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun, telah mempertimbangkan penilaian bahwa sistem rekrutmen pimpinan KPK tidak boleh dilakukan dua kali oleh presiden maupun dewan perwakilan rakyat (DPR) dalam periode masa jabatan yang sama.

"Karena, selain menyebabkan perlakuan yang berbeda dengan lembaga negara lainnya, juga berpotensi tidak mempengaruhi independensi pimpinan KPK dan beban psikologis serta benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri kembali untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK berikutnya," ucapnya.

Lebih lanjut, Sitompul menyebut presiden seharusnya segera menerbitkan surat keputusan untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini sampai dengan 20 Desember 2024, sebelum masa jabatan Firli Bahuri dkk. berakhir pada 20 Desember 2023.

"Sehingga, pimpinan KPK yang saat ini menjabat mendapatkan kepastian hukum dan kemanfaatan yang berkeadilan. Demikian pula halnya bagi masyarakat juga memperoleh kepastian hukum sebagaimana didalilkan oleh para pemohon," tuturnya.

Sebelumnya, Kamis (25/5), majelis hakim MK menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak konstitusional dan mengubahnya menjadi lima tahun.

Atas putusan MK tersebut, MAKI mengajukan uji materi dengan pokok permohonan meminta majelis hakim konstitusi menyatakan ketentuan masa jabatan lima tahun berlaku untuk periode berikutnya.

"MAKI bersama seorang advokat Christophorus Harno telah mengajukan uji materi bahwa ketentuan masa jabatan lima tahun berlaku untuk periode berikutnya, bukan berlaku periode sekarang dengan alasan hukum tidak berlaku surut," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023