Beijing (ANTARA) - Laporan terbaru kebocoran air terkontaminasi nuklir dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi kembali meningkatkan kekhawatiran internasional,  ungkap Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Wang Wenbin pada Kamis (17/8).

Kekhawatiran tersebut terhadap kompetensi Tokyo Electric Power Company (TEPCO) dan kurangnya regulasi yang efektif dari pemerintah Jepang. 

Wang menyampaikan pernyataan itu dalam sebuah konferensi pers rutin ketika diminta mengomentari sejumlah laporan media bahwa TEPCO baru-baru ini mengonfirmasi kebocoran air terkontaminasi nuklir dari PLTN Fukushima Daiichi akibat adanya retakan pada selang yang digunakan untuk menyalurkan air limbah tersebut.

Legitimasi dan keamanan dari rencana Jepang membuang air terkontaminasi nuklir ke laut telah lama dipertanyakan oleh komunitas internasional, dan masyarakat di Fukushima juga telah berulang kali mengungkapkan bahwa sejak insiden kecelakaan PLTN tersebut, penanganan dampaknya oleh TEPCO sangat problematik, ujar Wang.

Masyarakat mempertanyakan kemampuan TEPCO menangani dengan semestinya air terkontaminasi nuklir itu, tambahnya.

"Apakah TEPCO mampu menangani air limbah tersebut secara aman dan bertanggung jawab di seluruh prosesnya? Mampukah mereka (TEPCO) mengelola pembuangan itu selama 30 tahun tanpa kesalahan dan kekeliruan? Dapatkah mereka memastikan efektivitas dan reliabilitas jangka panjang dari fasilitas pengolahan itu? Bisakah mereka melakukan pengambilan sampel air limbah dan aktivitas pemantauan secara ketat sesuai dengan aturan? Masyarakat internasional sangat meragukan hal itu," tutur Wang.

Wang menegaskan kembali bahwa pihak Jepang harus menanggapi dengan serius kekhawatiran yang sah dari masyarakat internasional dan warga di Jepang, berhenti memaksakan rencana pembuangan ke laut, berkomunikasi penuh dan tulus dengan negara-negara tetangga, menangani air limbah terkontaminasi nuklir dengan cara yang benar-benar bertanggung jawab, serta menerima pengawasan internasional yang ketat. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2023