HKI komunal tersebut kami terima pada 17 Agustus 2023. Sedangkan pengajuannya dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kudus,
Kudus (ANTARA) - Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, bisa mengakui soto kerbau dan lentog tanjung sebagai makanan khas Kudus, setelah menerima sertifikat hak kekayaan intelektual (HKI) dari Kementerian Hukum dan HAM RI.

"HKI komunal tersebut kami terima pada 17 Agustus 2023. Sedangkan pengajuannya dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kudus," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Mutrikah di Kudus, Senin.

Sementara itu untuk teknis persyaratan dan lainnya, kata dia, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus ikut terlibat karena dibutuhkan proses pembuatan, dokumentasi, deskripsi sejarah, hingga wawancara narasumber.

Soto kerbau, kata dia,  diberikan kepada pemkab karena banyaknya pedagang soto di Kabupaten Kudus. Sedangkan lentog tanjung diberikan kepada Pemerintah Desa Tanjungkarang karena sejarah makanan khas tersebut memang dari desa setempat.

Baca juga: Bupati Hendy luncurkan makanan khas Jember rawon pecel

Untuk warisan budaya tak benda (WBTB) nasional, Kabupaten Kudus mendapatkan pengakuan bagi enam warisan budaya.

Enam warisan budaya itu adalahprosesi jamasan pusaka keris cinthaka yang merupakan pusaka peninggalan Sunan Kudus, tradisi buka luwur Sunan Kudus, kesenian barongan, dandangan, jenang Kudus, hingga joglo pencu yang ditetapkan sekitar tahun 2016.

"Jika HKI dari Kementerian Hukum dan HAM, maka WBTB dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia," ujarnya.

Pemkab Kudus juga kembali mengusulkan warisan budaya ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia agar tercatat sebagai WBTB tahun ini, yakni sedekah subur sewu sempol dan guyang cekathak.

Baca juga: Kanwil Kemenkumham: Pendaftaran HKI di Jabar tertinggi se-Indonesia

Pada tahun sebelumnya, kata dia, Pemkab Kudus sudah pernah mengusulkan guyang cekathak ke pusat, namun belum berhasil karena aktivitas kegiatannya dinilai kurang karena pelaksanaannya tidak menentu.

"Ritual budaya tersebut merupakan tradisi masyarakat lokal untuk meminta turun hujan yang biasanya puncak kemarau pada bulan September. Kami mencoba kembali tahun ini, mudah-mudahan berhasil," ujarnya.

Kalaupun masih ada tradisi yang lainnya yang layak didaftarkan, Pemkab Kudus juga akan membantu memfasilitasi karena hal itu menjadi sebuah kelebihan untuk dipromosikan sebagai daya tarik wisatawan luar daerah. 

Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023