Jakarta (ANTARA) - Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB) telah melakukan kajian literatur ilmiah dengan tajuk Kajian Risiko (Risk Assessment) Produk Tobacco Heated System (THS) berdasarkan data dan kajian literatur yang bertujuan untuk menghitung perkiraan tingkat risiko produk tembakau yang dipanaskan.

Tim Peneliti dan Guru Besar SF-ITB Prof. Dr. rer. nat. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si., dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, menjelaskan hasil kajian literatur ilmiah menyimpulkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki profil risiko yang lebih rendah daripada rokok. Meski produk tersebut tidak bebas risiko, namun, paparan zat berbahaya dan berpotensi berbahaya dari produk tembakau yang dipanaskan terbukti lebih rendah daripada asap rokok.

“Kalau dipikir sederhana secara logika, tentu saja dengan dipanaskan seharusnya lebih sedikit komponen zat berbahaya dan berpotensi berbahaya yang terbentuk secara kualitatif, jenis, maupun kuantitatif kadarnya,” kata Emran.

Baca juga: MASINDO: Kajian lebih lanjut produk tembakau alternatif diperlukan

Hasil kajian SF-ITB tersebut juga selaras dengan kajian ilmiah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesehatan internasional, termasuk Public Health England yang saat ini bernama UK Health Security Agency (UKHSA) dan UK Committee on Toxicology (COT), bagian dari Food Standards Agency, yang menyimpulkan produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko hingga 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.

Hal tersebut juga didukung fakta bahwa produk tersebut menerapkan sistem pemanasan, bukan sistem pembakaran seperti rokok, sehingga tidak menghasilkan TAR yang bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker.

Salah satu bukti efektivitas produk tembakau alternatif, utamanya rokok elektrik atau vape, dalam membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya juga diungkapkan dalam laporan terbaru Cochrane Review pada November 2022. Hasilnya menunjukkan bahwa perokok dewasa berpotensi besar untuk beralih dari kebiasaannya setelah menggunakan rokok elektrik selama enam bulan dibandingkan menggunakan terapi pengganti nikotin.

Penulis Cochrane Review dan editor Cochrane Tobacco Addiction Dr. Jamie Hartmaan-Boyce (Universitas Oxford) mengatakan berdasarkan kajian ilmiah, rokok elektrik memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dalam membantu perokok untuk beralih dari kebiasannya daripada terapi pengganti nikotin lainnya, seperti permen karet.

Baca juga: Penelitian produk tembakau alternatif masih perlu diperbanyak

Dengan fakta-fakta tersebut, Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO) Paido Siahaan menyebutkan penggunaan produk tembakau alternatif di Indonesia bisa menjadi salah satu solusi bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya.

“Sebagian besar produk tembakau alternatif dirancang untuk mengurangi risiko kesehatan yang terkait dengan merokok,” kata Paido.

Meski demikian, dia menyadari, tidak mudah meyakinkan perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau alternatif. Sebab, masih banyak informasi keliru mengenai produk ini di masyarakat.

Oleh karena itu, AKVINDO aktif memberikan edukasi yang akurat serta tepercaya untuk mereduksi opini dan informasi negatif. Selain itu, asosiasi juga memanfaatkan media sosial sebagai medium edukasi.

Baca juga: Merokok buruk untuk kesuburan, termasuk rokok elektrik?

Baca juga: TAR dalam rokok jadi salah satu penyebab utama masalah kesehatan gusi

Baca juga: Rokok sebabkan tiga orang tewas dalam kebakaran hotel di Jaksel

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023