Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PP HAM) bekerja untuk memulihkan hak-hak korban, termasuk korban peristiwa 1965–1966 bukan untuk menghidupkan komunisme.

Mahfud saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa, menegaskan tidak ada kebijakan politik hukum baru yang berubah setelah Tim PP HAM dibentuk, karena fokusnya hanya untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu.

“Jadi tidak ada politik hukum baru tentang ideologi, tentang komunisme. Ini bersesuaian dengan Undang-Undang Dasar (1945). Hak-hak korban kejahatan atau pelanggaran HAM berat itu harus diprioritaskan karena prosedur-prosedur hukum yang disediakan oleh negara itu tidak bisa jalan,” kata Mahfud MD.

Mahfud menilai bersamaan dengan penyelesaian lewat jalur-jalur yudisial, pemulihan hak-hak korban yang merupakan salah satu penyelesaian nonyudisial harus berjalan.

Baca juga: Gubernur Sulteng temui Menkopolhukam bahas pemenuhan korban HAM
Baca juga: Tim reformasi hukum bentukan Mahfud hasilkan 55 rekomendasi


Oleh karena itu, Mahfud bakal menemui langsung para korban, yaitu mereka yang menjadi eksil peristiwa 1965–1966 di beberapa negara, seperti Belanda dan Ceko. Dalam kunjungannya itu, Mahfud bakal mendengar permintaan para korban dan menyampaikan hak-hak yang wajib mereka terima sebagai korban pelanggaran HAM berat.

“Sekarang (jumlah eksil) ada kira-kira 130-an (orang) di berbagai negara. Itu mau kami datangi karena pada umumnya mereka hanya minta mereka tidak dianggap sebagai pengkhianat, mereka minta bahwa mereka warga negara yang setia kepada Indonesia. Kami mau tawari (mereka) pulang, tetapi tidak banyak yang mau pulang karena mereka sudah umur 82 tahun, 83 tahun sehingga kami akan berdiskusi ke sana menyatakan tentang hak-hak konstitusionalnya,” kata Mahfud MD.

Mahfud menyampaikan eksil yang menjadi korban saat peristiwa 1965–1966 sebagian besar merupakan para mahasiswa Indonesia yang berkuliah di luar negeri, tetapi mereka tidak dapat pulang ke Tanah Air.

“Banyak orang yang bersekolah di Eropa pada waktu itu tidak boleh pulang karena tidak membuat pernyataan mengutuk pemerintah lama. Mereka, saya tidak tahu di dalam karena dia tanda tangan, lalu paspornya dicabut terus tidak bisa pulang. Itu banyak sekali,” katanya.

Di Belanda, Mahfud dijadwalkan menemui para eksil di Amsterdam, sementara di Ceko, Menkopolhukam beserta tim bakal menemui para eksil di Praha. Mahfud juga akan melawat ke Turki dan Korea Selatan, tetapi itu untuk meneken dokumen kerja sama keamanan bersama pemerintah dua negara tersebut.

Mahfud MD dijadwalkan berangkat pada Selasa sore.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023