Labuan Bajo (ANTARA) - ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) Ke-17 di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur  menghasilkan empat deklarasi penting tentang penanganan kejahatan transnasional dalam kawasan ASEAN.

"Pesan yang ingin kami sampaikan dalam pertemuan kali ini adalah tidak boleh lagi ada pelaku yang dapat bersembunyi dari kejahatan yang telah dilakukan," kata Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dalam Konferensi Pers AMMTC di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Selasa.

Deklarasi pertama yang disepakati dalam AMMTC Ke-17, yakni Deklarasi Labuan Bajo tentang peningkatan kerja sama penegakan hukum dalam memberantas kejahatan transnasional.

Upaya konkret dan operasional yang dilakukan antara lain kegiatan-kegiatan meningkatkan kerja sama langsung antarlembaga penegak hukum, khususnya Polri sebagai police to police, handing over, joint investigation, dan mutual legal assistant.

"Kemudian meningkatkan pertukaran informasi yang cepat dan aman, meminta barang-barang yang terkait dengan kejahatan transnasional, memfasilitasi pertukaran ahli, dan personel dalam berbagai kegiatan kerja sama antarnegara," ucap Sigit.

Inisiatif deklarasi dari Indonesia yang juga disetujui dalam AMMTC Ke-17, yakni Deklarasi ASEAN tentang penguatan kerja sama dalam melindungi saksi dan korban kejahatan transnasional.

Baca juga: Indonesia tingkatkan kerja sama tangani terorisme di AMMTC ke-17
Baca juga: RI dan enam negara ASEAN tandatangani MoU di AMMTC ke-17 Labuan Bajo


Sigit mengatakan deklarasi itu menjadi bentuk komitmen bahwa masyarakat merupakan pihak yang dirugikan dari kejahatan tersebut.

"Kami berkomitmen untuk terus mengembangkan mekanisme perlindungan korban yang efektif dalam bentuk perlindungan fisik, pengobatan psikologis, dan pemulihan sosial demi memulihkan hak-hak korban," katanya.

Deklarasi berikutnya adalah Deklarasi ASEAN tentang pengembangan kemampuan regional terkait peringatan dini dan respons dini atau early warning and early response.

Deklarasi itu diinisiasi Indonesia untuk mencegah dan menanggulangi radikalisasi dan kekerasan berbasis ekstremisme.

Selanjutnya ada satu deklarasi yang merupakan inisiatif dari negara Kamboja, yaitu Deklarasi ASEAN tentang pemberantasan penyelundupan senjata api.

"Ini merupakan wujud komitmen ASEAN untuk pemberantasan penyelundupan senjata api melalui kerja sama dan pendekatan komprehensif mulai dari kampanye bahaya penyelundupan senjata api, pertukaran informasi, dan berbagai upaya lainnya," kata Sigit.

Selain empat deklarasi tersebut, AMMTC Ke-17 juga menghasilkan satu rencana kerja terkait penyelundupan manusia, lima pernyataan bersama, dan enam pedoman teknis.

"Tentunya (lewat) berbagai macam deklarasi, dokumen, pernyataan bersama, dan pedoman teknis tersebut, kita harapkan kerja sama antarnegara khususnya dalam mencegah, mengungkap, dan menghadapi kejahatan transnasional semakin efektif dan adaptif," kata Sigit.

Sigit menegaskan bahwa kejahatan transnasional itu sangat merugikan sehingga kepentingan rakyat harus menjadi prioritas utama dan semua negara yang terlibat dalam AMMTC Ke-17 sepakat untuk bekerja sama dan membangun upaya terkoordinasi sebagai kunci untuk menghadapi kejahatan transnasional.

"Tentunya beberapa hal tersebut menjadi awal yang baik untuk semangat kita bersama dalam hal memerangi dan memberantas transnational crime ke depan," katanya.

Selain deklarasi, Polri telah menandatangani enam nota kesepahaman dengan negara-negara ASEAN, yaitu Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura Thailand, dan Vietnam di bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional serta pengembangan kapasitas.

Indonesia juga melakukan pertemuan bilateral dengan Malaysia dan Jepang serta pertemuan khusus dengan empat negara, yaitu Singapura, Laos, China, dan Vietnam terkait kerja sama penegakan hukum, pengembangan kapasitas, pertukaran teknologi, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan stabilitas keamanan di kawasan.

Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023