Praktik bisnis yang berkelanjutan dan inklusif penting untuk menjamin ketahanan pangan, melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan
Badung, Bali (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menekankan pentingnya praktik bisnis yang berkelanjutan dan inklusif untuk menjamin ketahanan pangan saat berbicara dalam Regional Investment Forum for Inclusive Business in Agriculture and Food Systems.

“Praktik bisnis yang berkelanjutan (sustainable) dan inklusif semakin penting untuk menjamin ketahanan pangan, melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan,” kata MenKopUKM Teten saat memberikan sambutan pada acara yang berlangsung di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.

Menteri Teten menuturkan pertanian memerankan hal penting dalam kehidupan dan sangat berdampak penting bagi kesejahteraan masyarakat dan perekonomian.

Kesempatan untuk mengembangkan sektor pertanian, memberdayakan petani kecil, koperasi dan UKM sebagai pemain kunci dalam transformasi menuju bisnis inklusif akan lebih bisa dikembangkan dengan mengadopsi prinsip-prinsip bisnis inklusif.

“Pertanian merupakan salah satu sektor terbesar dan memainkan peran penting di Asia Tenggara, di mana sektor ini menyediakan lapangan kerja dan kesempatan hidup bagi jutaan orang, terutama di daerah pedesaan,” ucapnya.

Baca juga: MenKopUKM luncurkan produk susu ikan hasil kemitraan koperasi dan UKM

Baca juga: Teten ingin Universitas Koperasi kembangkan model bisnis koperasi


ASEAN sebagai pasar yang menjanjikan dengan banyak potensi yang belum dimanfaatkan, lanjutnya, menjadi sasaran penting untuk menggali lebih banyak peluang bisnis inklusif.

Peluang baru untuk pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat ASEAN tersebut salah satunya bisa dilakukan dengan mengeksplorasi inovasi untuk nilai tambah dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).

Kendati tantangan yang dihadapi ASEAN pada sektor agrikultur semakin bertambah seiring perkembangan ASEAN, namun Menteri Teten meyakini praktik bisnis inklusif mampu menjawab tantangan tersebut.

Menurutnya, bisnis inklusif bukan sekadar strategi melainkan memastikan bahwa manfaat kemajuan dapat diakses oleh semua kalangan, terutama kalangan yang berada di piramida terbawah (base of pyramid).

“Dengan memanfaatkan potensi sektor pertanian, kita dapat mengatasi masalah-masalah mendesak seperti kemiskinan, kesenjangan, dan ketahanan pangan, seiring menjaga lingkungan kita untuk generasi mendatang,” sebutnya.

Tak lupa, ia juga mengingatkan untuk memanfaatkan teknologi dan digitalisasi untuk memberdayakan UKM dan koperasi di sektor pertanian, serta meningkatkan pemantauan dan pelaporan menuju pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Pada kesempatan yang sama, Executive Secretary United Nations ESCAP Armida Salsiah Alisjahbana menyampaikan pandemi COVID-19 dan perang di Ukraina berdampak negatif terhadap ketahanan pangan.

Begitu juga tekanan inflasi pada pangan dan pupuk yang berdampak pada menurunnya permintaan dan produksi pangan global. Belum lagi perubahan pola cuaca, kekeringan dan badai yang turut mengganggu siklus panen dan perikanan.

Besarnya pada sektor pertanian tersebut menyebabkan konsep bisnis inklusif di bidang pertanian dan sistem pangan menjadi lebih penting dari sebelumnya.

“Bisnis inklusif membekali petani dengan teknologi dan solusi yang meningkatkan produktivitas mereka, memperkenalkan praktik pertanian yang lebih berkelanjutan dan tahan iklim, mengurangi kerugian pascapanen, dan memberikan pendapatan yang lebih tinggi. Dan yang terpenting, mereka memfasilitasi akses keuangan dan investasi bagi petani,” tuturnya.

Baca juga: KemenKopUKM bangun kemitraan strategis petani rempah dan usaha besar

Baca juga: MenKopUKM kunjungi METI perkuat kerja sama UMKM RI-Jepang


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023