Jakarta (ANTARA) -
Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu, menahan tiga orang tersangka kasus korupsi bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pada Program Keluarga Harapan (PKH) di Kementerian Sosial tahun 2020.
 
Tiga tersangka tersebut masing-masing Direktur Utama Mitra Energi Persada/Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020 Ivo Wongkaren (IW), Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdhani (RR), dan General Manager PT Trimalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto (RR).
 
"Sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka IW, tersangka RR dan tersangka RC untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 23 Agustus sampai dengan 11 September 2023 di Rutan KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.
 
Alex mengungkapkan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp127,5 miliar. Tersangka IW, RR dan RC diduga menikmati uang hasil korupsi sekitar Rp18,8 miliar.
 
Alex menjelaskan konstruksi perkara diduga terjadi pada sekitar Agustus 2020. Saat itu, Kementerian Sosial mengirimkan surat pada PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) untuk dilakukan audiensi dalam rangka penyusunan rencana anggaran kegiatan penyaluran bantuan sosial beras di Kemensos.

Baca juga: Kemensos ikuti proses hukum pemeriksaan KPK soal korupsi bansos beras
 
Dalam audiensi tersebut, PT BGR Persero diwakili Budi Susanto selaku Direktur Komersial menyatakan terkait kesiapan perusahaannya untuk mendistribusikan bantuan sosial beras pada 19 Provinsi di Indonesia.
 
Sebagai langkah persiapan, BS memerintahkan Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa April Churniawan (AC) untuk mencari rekanan yang akan dijadikan sebagai konsultan pendamping.
 
Mendengar adanya informasi kebutuhan rekanan tersebut, IW dan RR memasukkan penawaran harga menggunakan PT Damon Indonesia Berkah (Persero) dan disetujui BS yang berlanjut pada kesepakatan harga
dan lingkup pekerjaan untuk pendampingan distribusi bansos beras.
 
Kemensos memilih PT Bhanda Ghara Reksa sebagai distributor bansos beras dan berlanjut dengan penandatanganan surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan penyaluran bantuan sosial beras untuk KPM-PKH dalam rangka penanganan dampak Covid 19 dengan nilai kontrak Rp326 Miliar.

Pihak PT Bhanda Ghara Reksa Persero melakukan penandatanganan perjanjian diwakili Direktur Utama Muhammad Kuncoro Wibowo (MKW).

Baca juga: KPK sita dokumen dan bukti elektronik saat geledah kantor Kemensos
 
Agar realisasi distribusi bansos beras dapat segera dilakukan, AC atas sepengetahuan MKW dan BS secara sepihak menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada milik RC tanpa didahului dengan proses seleksi untuk menggantikan PT DIB Persero yang belum memiliki dokumen legalitas jelas terkait pendirian perusahaannya.
 
Rekayasa tersebut dilakukan atas sepengetahuan MKW, BS, AC, IW, RR dan RC.
 
Selain itu, IW dan RR juga ditunjuk menjadi penasehat PT Primalayan Teknologi Persada agar dapat meyakinkan PT Bhanda Ghara Reksa mengenai kemampuan dari PT Primalayan Teknologi Persada.
 
Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT Bhanda Ghara Reksa dengan PT Primalayan Teknologi Persada tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati untuk dibuat mundur.
 
Atas ide IW, RR dan RC, PT Primalayan Teknologi Persada membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bansos beras.
 
Periode September2020-Desember 2020, RR menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT Bhanda Ghara Reksa dan telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PT Primalayan Teknologi Persada.
 
Penyidik KPK juga menemukan rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT Primalayan Teknologi Persada dengan kembali mencantumkan backdate.
 
Periode Oktober 2020-Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp125 Miliar dari rekening PT Primalayan Teknologi Persada yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras.
 
Penyidik KPK memperkirakan perbuatan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp127,5 miliar.

Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Mensos Risma gandeng penegak hukum perkuat pencegahan korupsi sejak menjabat
Baca juga: Polri beri pendampingan Kemensos cegah tindak pidana korupsi
Baca juga: KPK periksa 11 saksi dugaan korupsi bansos di Kemensos

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023