New Delhi (ANTARA) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Kamis sore, di tengah data ekonomi yang mengecewakan dari negara-negara utama ketika investor menunggu pidato Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell pada Jumat (25/8/2023) untuk mendapatkan petunjuk mengenai suku bunga.

Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 19 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 83,02 dolar AS per barel pada pukul 06.19 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS jatuh 24 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 78,65 dolar AS per barel.

Data manufaktur dari sejumlah survei indeks manajer pembelian (PMI) pada Rabu (23/8/2023) memberikan gambaran suram mengenai kesehatan perekonomian di seluruh dunia, meningkatkan kekhawatiran permintaan, kata para analis.

Jepang melaporkan penurunan aktivitas pabrik selama tiga bulan berturut-turut pada Agustus. Aktivitas bisnis zona euro juga menurun lebih dari perkiraan, khususnya di Jerman. Perekonomian Inggris tampaknya akan menyusut pada kuartal ini, sehingga menempatkannya dalam bahaya jatuh ke dalam resesi.

Aktivitas bisnis AS mendekati titik stagnasi pada Agustus, dengan pertumbuhan paling lemah sejak Februari.

Sementara itu, para pejabat Federal Reserve dan pembuat kebijakan dari Bank Sentral Eropa, Bank Sentral Inggris dan Bank Sentral Jepang akan mengadakan pertemuan di Jackson Hole, di mana pembicaraan tentang suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama mungkin akan mendominasi meskipun terjadi penurunan tekanan inflasi.

Tekanan terhadap harga minyak sebagian besar disebabkan oleh kekhawatiran seputar potensi penurunan permintaan dan peningkatan pasokan minyak selain pembacaan PMI yang suram, kata Sugandha Sachdeva, direktur eksekutif dan kepala strategi di Acme Investment Advisors.

Dari sisi pasokan, produksi minyak mentah Iran akan mencapai 3,4 juta barel per hari pada akhir September, kata menteri perminyakan negara itu seperti dikutip oleh media pemerintah, meskipun sanksi AS masih berlaku.

Para pejabat AS juga sedang menyusun proposal yang akan meringankan sanksi terhadap sektor minyak Venezuela, memungkinkan lebih banyak perusahaan dan negara untuk mengimpor minyak mentah, jika negara Amerika Selatan itu bergerak menuju pemilihan presiden yang bebas dan adil, menurut lima orang yang mengetahui rencana tersebut. .

“Mengingat titik resistensi yang signifikan pada 83 dolar AS per barel untuk minyak mentah WTI, kami mengantisipasi bahwa harga minyak akan terus diperdagangkan dengan bias negatif,” kata Sachdeva.

“Kemungkinan harga akan mengalami beberapa rebound, namun tampaknya akan menguji level yang lebih rendah di sekitar 74 dolar AS per barel dalam waktu dekat,” tambahnya.

Persediaan minyak mentah AS turun 6,1 juta barel dalam sepekan hingga 18 Agustus menjadi 433,5 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi para analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan 2,8 juta barel.

"(Penurunan stok) ini mencerminkan pergerakan di seluruh dunia... Sebagian besar pengurangan terjadi di China, di mana tingkat operasi dari penyulingan milik negara telah mencapai rekor tertinggi bulan ini. Hal ini menunjukkan permintaan yang sehat," analis di ANZ Research mengatakan dalam sebuah catatan.

Namun, kenaikan stok bensin AS pada minggu lalu mengindikasikan permintaan bahan bakar lebih lemah dari perkiraan.

Baca juga: Harga emas melonjak karena dolar dan imbal hasil obligasi AS melemah
Baca juga: Data ekonomi lemah menyeret kembali dolar jelang Jackson Hole
Baca juga: Wall Street ditutup naik tajam, didorong lonjakan pembuat AI Nvidia

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023