Manokwari (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Doktor Ahmad Maryudi berpendapat pemerintah perlu sederhanakan aturan pemanfaatan hutan sosial di Papua agar hasilnya maksimal untuk masyarakat sekitar.

"Persyaratan birokratis terlalu banyak, sehingga pemanfaatan perhutanan sosial dan hutan adat belum berjalan dengan baik," kata Ahmad Maryudi seusai memberikan kuliah umum di Universitas Papua Manokwari, Papua Barat, Jumat.

Menurut dia, pemerintah perlu menyederhanakan regulasi tentang pengelolaan perhutanan sosial dan hutan adat, agar dapat dioptimalkan menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat.

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan dukungan berupa pendampingan atau penyiapan modal untuk pemanfaatan hutan sosial dan hutan adat melalui kegiatan produktif.

Baca juga: Pertamina perkuat kapasitas petani kelola hutan di Jembrana Bali

"Kalau masyarakat sudah dapat izin perhutanan sosial dan hutan adat, perlu pendampingan secara rutin," kata Ahmad Maryudi.

Ia berharap pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Tanah Papua, lebih pro aktif informasikan ke pemerintah pusat terkait kondisi lapangan dalam pemanfaatan perhutanan sosial serta hutan adat.

Perampingan desain regulasi akan memberikan ruang kreasi terhadap pemanfaatan hutan sosial dan hutan adat oleh masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

"Ada banyak kreasi masyarakat lokal, tapi terbentur karena aturannya tidak general. Padahal kalau aturannya lebih ramping, pemanfaatnya sudah signifikan," jelas dia.

Ahmad menjelaskan perhutanan sosial adalah kawasan hutan yang dimiliki oleh negara namun pengelolaannya diberikan kepada masyarakat dengan memperhatikan sejumlah ketentuan.

Baca juga: Kementerian LHK sebut ada 152 ribu hektare berstatus hutan adat

Akses legal perhutanan sosial dibagi dalam lima skema yaitu hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.

"Tapi hutan sosial ini beda dengan hutan adat, karena hutan adat itu milik masyarakat adat," tutur dia.

Perlu diketahui, Pemerintah Provinsi Papua Barat telah menerima Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial dari Presiden Joko Widodo seluas 24.812 hektare yang tersebar di Kabupaten Kaimana, Manokwari, dan Teluk Bintuni.

Kabupaten Kaimana menerima enam SK hutan desa seluas 8.180 hektare yang dapat memberikan manfaat bagi 874 kepala keluarga, Manokwari dua SK hutan desa seluas 333 hektare dengan 325 kepala keluarga, dan Teluk Bintuni menerima satu SK hutan adat seluas 16.299 hektare yang memberikan manfaat bagi 221 kepala keluarga.

Dengan demikian, ribuan hektare perhutanan sosial akan memberikan manfaat bagi 1.420 kepala keluarga jika dikelola secara maksimal oleh masyarakat pada tiga kabupaten tersebut.

Pewarta: Fransiskus Salu Weking
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023