Khartoum (ANTARA News) - Pendudukan Darfur Selatan selama 10 hari yang tidak biasa dilakukan oleh gerilyawan berakhir Rabu ketika pasukan Sudan mengklaim "membebaskan" wilayah itu, namun kelompok pemberontak menyatakan menarik diri karena menghadapi kekuatan besar-besaran.

"Hari ini SAF membebaskan Muhagiriya," kata juru bicara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) Sawarmi Khaled Saad kepada AFP.

Kelompok Tentara Pembebasan Sudan kubu Minni Minnawi pada 6 April mulai menduduki Muhagiriya and Labado, dua wilayah strategis yang terletak sekitar 100 kilometer sebelah timur Nyala, ibu kota negara bagian Darfur Selatan.

Pendudukan sepuluh hari itu merupakan hal yang tidak lazim dilakukan oleh gerilyawan yang biasanya melancarkan serangan-serangan hantam-lari.

Sekitar 35.000 orang terpengaruh oleh pertempuran di Darfur Selatan, Sudan, namun pihak berwenang mengatakan kepada badan-badan bantuan bahwa tidak aman bagi mereka untuk menjangkau daerah itu.

"Tampaknya pihak berwenang menganggap tidak aman bagi badan-badan bantuan untuk pergi ke sana," kata Damian Rance, pejabat di Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, Senin.

"Kami memperkirakan lebih dari 35.000 orang terpengaruh," katanya, dan badan-badan bantuan perlu menjangkau daerah itu untuk menilai keadaan.

Ribuan pengungsi berlindung di sekitar pangkalan-pangkalan Misi PBB-Uni Afrika di Darfur (UNAMID).

Minggu, pasukan penjaga perdamaian UNAMID mengatakan, Sudan melarang pasukan penjaga perdamaian internasional memasuki sebuah daerah Darfur barat, dimana sedikitnya 50.000 orang menyelamatkan diri dari kekerasan etnik.

Insiden itu merupakan yang terakhir dari serangkaian pembatasan akses yang diungkapkan UNAMID.

Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mengatakan dalam laporan pada Januari, UNAMID "terus mendesak pihak-pihak berwenang pemerintah agar memberi mereka kebebasan gerak tanpa halangan di wilayah Darfur, sesuai dengan perjanjian status pasukan".

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. Pemerintah Khartoum menyebut jumlah kematian hanya 10.000.

Perpecahan di kalangan pemberontak dan pertempuran yang terus berlangsung menjadi dua halangan utama bagi perundingan perdamaian yang berlangsung sejak 2003 di Chad, Nigeria dan Libya, sebelum pindah ke Doha.

Bentrokan-bentrokan antara pasukan Sudan dan gerilyawan masih terus berlangsung di Darfur meski misi penjaga perdamaian terbesar dunia UNAMID ditempatkan di wilayah Sudah barat itu.

Misi PBB-Uni Afrika di Darfur (UNAMID), yang kini berjumlah 23.500 orang dan merupakan misi penjaga perdamaian terbesar di dunia, ditempatkan di Darfur, Sudan barat, sejak 2007 untuk berusaha mengakhiri permusuhan antara pemberontak dan pemerintah Sudan.

Perjanjian perdamaian Juli 2011 ditandatangani pemerintah Khartoum dan aliansi kelompok sempalan pemberontak Darfur di Doha, Qatar.

Namun, gerakan-gerakan utama seperti Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) dan kelompok Tentara Pembebasan Sudan yang dipimpin Abdel Wahid Mohammed al-Nur menolak menandatangani perjanjian perdamaian itu.

JEM adalah satu dari sejumlah kelompok Darfur yang memberontak pada 2003 untuk menuntut otonomi lebih luas bagi wilayah barat yang gersang itu. Mereka kini dianggap sebagai kelompok pemberontak yang paling kuat di Darfur. (M014) 

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013