Tokyo (ANTARA) - Budayawan asal Sumatera Barat Sativa Sutan Aswar memamerkan keindahan kain songket Minangkabau kepada warga Jepang dalam pameran yang bertajuk “Exploring the Beauty of Indonesia with Hideo” di Tokyo, Selasa malam.

Dalam sesi presentasi “Songket of Minangkabau: Raising Hidden Threads”, Sativa atau yang akrab disapa Atitje menjelaskan terkait sejarah hingga upaya revitalisasi songket yang kini mulai ditinggalkan, terutama di daerah di mana kain itu berasal, yakni Sumatera Barat.

Ia menjelaskan fungsi, motif, ornamen, warna songket dari masa ke masa yang dianggap sebagai jati diri masyarakat Minangkabau.

Berbagai motif yang tampilkan, di antaranya pucuak rabuang (pucuk rebung), kaluak palu, itiak pulang patang (itik pulang petang), ramo-ramo (kupu-kupu), bada mudiak, limpapeh, sajamba makan, sayik kalamal, tampuak manggih dan balah kacang.

“Saya selalu mengatakan motif itu adalah ayat-ayat kehidupan yang diambil dari alam dan berkembang jadi guru. Banyak ayat-ayat Allah terdapat dalam alam semesta yang disiapkan untuk kita,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, songket juga digunakan dalam setiap fase kehidupan dalam berbagai ritual adat, di antaranya malam ba’inai (malam sebelum pernikahan bagi mempelai wanita), perkawinan (pernikahan), manjalang mintuo (silaturahmi istri kepada orang tua suami), menujuh bulan (tujuh bulan kehamilan) dan turun mandi (tradisi pertama kali bayi menapaki tanah).

Atitje mengaku bahwa kondisi songket semakin terancam dari tren-tren pakaian modern, terutama dari luar negeri.

“Saat ini kondisi songket sangat menggenaskan, untuk itu kita harus menjaga dan melestarikan warisan dari nenek moyang kita,” katanya.

Karena itu, Atitje sejak 1996 memulai merevitalisasi kain songket dengan berhijrah kembali ke kampung halaman dan mengajarkan kembali para perajin serta mengajak warga untuk memakainya kembali.

Dia juga memodifikasi warna songket agar diminati oleh kaum muda dengan tetap mempertahankan motif yang sejak dahulu telah ada.

“Kita harus menggunakan pakaian kita sendiri sebagai jati diri bangsa, jangan sampai meninggalkan budaya kita. Salah satu yang saya pelajari dari Jepang juga akar budaya mereka tidak tercabut meskipun teknologi mereka luar biasa maju pesat,” katanya.

Tidak hanya kain songket, kain batik, tenun dari berbagai daerah di Indonesia juga ditampilkan dalam pameran yang berlangsung dari 21 Agustus hingga 1 September 2023 itu.

Dalam kesempatan sama, Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi menilai bahwa pameran tersebut dikerjakan secara gotong royong, swadaya, dan mencerminkan ketulusan dari kedua warga negara.

“Ini hal yang sangat menarik, pameran tidak megah tapi cantik dan mencerminkan kerja sama yang tulus dari masyarakat Jepang dan Indonesia,” katanya.

Baca juga: Komunitas ingin tenun dan songket dikukuhkan sebagai warisan budaya
Baca juga: Putri Koster minta pedagang setop curi motif endek dan songket Bali
Baca juga: Kain songket Lombok Tengah di antara budaya dan agama


Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023