Kalau magnet Presiden Jokowi itu sebagai presiden yang punya banyak atribut yang disukai pemilih dan sentimennya positif. Kalau NU punya basis massa besar
Jakarta (ANTARA) - Pakar sosiologi politik sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi menyebut Nahdlatul Ulama (NU) dan Presiden Joko Widodo berpotensi untuk menentukan kemenangan calon presiden (capres) 2024.

Kuskridho mengatakan hal itu melihat survei berbagai lembaga yang menyatakan jarak keterpilihan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berselisih tipis dan masih masuk dalam batas galat (margin of error).

“Data dari lembaga survei kredibel menunjukkan bahwa jarak Pak Prabowo dan Pak Ganjar masih dalam rentang margin of error. Kalau dengan Mas Anies memang agak jauh jaraknya, jadi kita coba menganalisis yang jaraknya dekat dulu, antara Pak Ganjar dan Pak Prabowo,” kata dia dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis.

Dengan hasil survei yang masih dalam rentang batas galat, kata dia, maka apabila survei Ganjar ditambah 2 persen dan Prabowo dikurangi 2 persen atau sebaliknya; diperlukan suara tambahan 5–7 persen bagi Prabowo maupun Ganjar untuk memenangkan Pilpres 2024.

“Ketika 5 sampai 7 persen itu dibutuhkan, NU sebagai basis massa terbesar di Indonesia, saya kira sangat bisa,” ujar Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2010–2019 itu.

Kuskridho menganalisis bahwa dukungan dari NU sangat diperlukan karena organisasi yang telah berusia 2 abad itu memiliki basis massa loyal tradisional yang bisa digerakkan oleh sebuah tim.

Baca juga: Pengamat komunikasi sebut Jokowi beri sinyal Ganjar-Prabowo di 2024

Baca juga: Jokowi sebut tak ada paten soal koalisi Indonesia Maju Prabowo


NU, imbuhnya, juga memiliki pengalaman menggerakkan massa dan banyak tokoh NU yang memiliki pengalaman elektoral.

Dia pun menjelaskan karena pengurus Pengurus Besar NU (PBNU) terikat khitah untuk tidak berpolitik praktis, mereka tidak bisa secara terang-terangan menggerakkan warga NU, sehingga legislatif suara nahdliyin tersebar di banyak partai politik di setiap pemilihan.

“Padahal di luar struktur, PBNU bisa membentuk tim bersifat ad hoc, misalnya, yang bisa menjadi semacam mesin komando yang merencanakan strategi untuk mengajak pulang kandang warganya dalam satu komando PBNU,” katanya.

Doktor ilmu politik dari Ohio State University itu pun menambahkan struktur formal di NU memang berbentuk semacam federasi yang memiliki pemimpin di masing-masing pesantren.

Namun, tambahnya, dengan “mesin komando” yang dimiliki oleh PBNU ini, pondok-pondok pesantren maupun warga NU akan ikut dalam satu barisan dalam bergerak memenangkan calon yang didukung PBNU.

Lebih lanjut selain suara dari NU, Kuskridho juga menyoroti bahwa ada faktor lain yang juga bisa menjadi penentu kemenangan capres, yakni dukungan dari Presiden Joko Widodo.

“Kalau magnet Presiden Jokowi itu sebagai presiden yang punya banyak atribut yang disukai pemilih dan sentimennya positif. Kalau NU punya basis massa besar, jadi dua-duanya baik NU maupun Presiden Jokowi saya kira akan menentukan apalagi tambahan suara yang diperlukan hanya 5–7 persen,” ujarnya.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023