Kami akan melihat fakta dan kekuatan pertimbangan ... mengapa tidak PTDH
Jakarta (ANTARA) - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menghormati keputusan sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri, yang menjatuhkan sanksi administratif berupa demosi selama tiga tahun empat bulan kepada terpidana kasus korupsi Irjen Pol. Napoleon Bonaparte.

Namun demikian, Kompolnas akan mengkaji, mendalami, dan menganalisis putusan tersebut guna mengakomodasi aspirasi masyarakat yang mempertanyakan kenapa Polri tidak memberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) kepada aparat terlibat korupsi.

"Kompolnas memahami harapan publik dalam perkara pidana tipikor IJP Napoleon Bonaparte telah mendapat putusan hukum yang berkekuatan tetap; tentunya dengan logika akan diberi sanksi PTDH," kata Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Dalam sidang KKEP Polri terhadap Napoleon Bonaparte, Kompolnas mengikuti jalannya sidang dengan menyimak, melihat, dan mendengarkan fakta serta pertimbangan Komisi KKEP dalam memutuskan perkara a quo.

Baca juga: Hakim PN Jaksel tolak eksepsi penasihat hukum Napoleon Bonaparte

Meski tetap menghormati putusan KKEP, Yusuf selaku anggota Kompolnas memberikan catatan serta akan mendalami dan menganalisis putusan etik berupa sanksi demosi tersebut.

"Kami akan melihat fakta dan kekuatan pertimbangan, baik hukum maupun etik, yang menuntut dan mengarahkan sanksi demosi, mengapa tidak PTDH," kata Yusuf.

Dalam upaya itu, lanjut Yusuf, Kompolnas akan melihat kekuatan pertimbangan filosofis dan etik hingga menjatuhkan sanksi demosi kepada Napoleon Bonaparte.

"Termasuk saya, sebagai anggota Kompolnas, juga akan mencermati dan mengumpulkan pendapat publik atas putusan etik a quo," kata Yusuf.​​​​​​​

Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte beri alasan terkait penganiayaan pada M Kace

Yusuf terus melakukan pemantuan suara, opini, dan respons publik terhadap putusan etik tersebut.

"Kompolnas telah memiliki bahan masukan dan saran untuk Polri ke depannya. Bagaimana pun, Kompolnas kan memiliki kewenangan menerima saran dan keluhan masyarakat," jelasnya.​​​​​​​

Sidang KKEP Polri terhadap Napoleon Bonaparte berlangsung pada Senin (28/8) dan menjatuhkan sanksi pelanggaran etik berupa administratif mutasi bersifat demosi selama tiga tahun empat bulan.

Napoleon Bonaparta dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf e dan Pasal 13 ayat (2) huruf a Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Baca juga: Polri jatuhkan sanksi demosi kepada Irjen Napoleon Bonaparte

Napoleon terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerbitkan penghapusan Interpol Red Notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra (JST). Atas perbuatannya, berdasarkan putusan MA yang inkrah, mantan kepala Divisi Hubinter Polri itu divonis pidana penjara selama empat tahun.

Pada awal Agustus, Napoleon Bonaparte resmi bebas dari penjara setelah menjalani pidana selama empat tahun atas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra.

Napoleon terbukti menerima suap dari Joko Tjandra senilai 200 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,1 miliar dan 370 ribu dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp5,1 miliar.

Baca juga: Kompolnas sebut putusan KKEP Napoleon dipertimbangkan secara baik

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023