Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat jumlah titik panas atau hot spot di Indonesia telah mencapai 3.788 titik panas per 5 September 2023.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan jumlah itu mengalami peningkatan signifikan hingga tiga kali lipat bila dibandingkan data tahun lalu yang hanya terdapat 979 titik panas.

“Saya selalu deg-degan di antara tanggal 6 September sampai 16 September. Pengalaman selama delapan tahun, itu adalah tanggal puncak,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Rabu.

KLHK melaporkan 10 provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua juga mengalami peningkatan titik panas.

Sejak 1 Januari 2023 hingga 5 September 2023, jumlah titik panas pada 10 provinsi rawan tersebut telah mencapai 2.608 titik panas. Angka itu meningkat lima kali lipat dari tahun lalu yang hanya berjumlah 441 titik panas.

Baca juga: KLHK kirim 96 surat peringatan titik panas untuk cegah kasus Karhutla

Baca juga: KLHK deteksi 81 titik panas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia


Menteri Siti menuturkan pihaknya terus mengontrol titik panas agar tidak meluas dan menimbulkan kebakaran besar yang melahap hutan dan lahan gambut.

Menurut dia, kasus kebakaran hutan dan lahan terjadi setiap hari di berbagai wilayah dengan jumlah mencapai 90 ribu-an hektare. KLHK mengontrol rata-rata 20 sampai 30 titik kebakaran setiap hari karena tidak semua titik panas adalah titik api atau fire spot.

Ketika ada titik panas yang terdeteksi melalui sistem pemantauan, maka Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan langsung memeriksa dan menegur penanggung jawab areal konsesi tersebut.

Jika kebakaran semakin meluas, maka KLHK dapat menjauhkan sanksi kepada perusahaan dan penanggung jawabnya mulai dari sanksi perdata hingga sanksi pidana.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan mengatakan fenomena El Nino yang terjadi saat ini berlangsung hingga pertengahan tahun depan.

Kehadiran El Nino membuat musim kemarau menjadi lebih panjang. Puncak El Nino berlangsung mulai Desember 2023 hingga Februari 2024, sehingga berpotensi membuat musim hujan yang seharusnya datang menjadi gagal.

"El Nino kembali ke posisi netral pada Maret, April, dan Mei 2024. Indonesia akan lepas dari cengkeraman El Nino mulai pertengahan tahun depan," kata Eddy.

Lebih lanjut dia mengimbau pemerintah, masyarakat, swasta, dan pemangku kepentingan untuk lebih giat menjaga hutan dan lahan gambut dari ancaman kebakaran.

Baca juga: KLHK pantau titik panas cegah kebakaran hutan jelang kemarau

Baca juga: Manggala Agni pastikan kebakaran hutan dan lahan di sekitar IKN padam

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023