indeks Hang Seng terakhir 1,37 persen lebih rendah dan indeks saham-saham unggulan China CSI 300 ditutup tergelincir 1,40 persen
Tokyo (ANTARA) - Saham-saham Asia merosot pada perdagangan Kamis, memperpanjang penurunan ekuitas global setelah tanda-tanda baru dari tekanan inflasi berkelanjutan di Amerika Serikat mendorong kemungkinan untuk suku bunga tinggi yang lebih lama.

Dolar AS mendekati titik tertinggi sejak pertengahan Maret terhadap mata uang utama lainnya, dan menyentuh level tertinggi baru dalam 10 bulan terhadap yen. Imbal hasil obligasi Pemerintah AS jangka panjang mendekati level tertinggi dua minggu di dekat 4,3 persen.

Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik turun 0,86 setelah penurunan di Wall Street dan Eropa. Nikkei Jepang berakhir merosot 0,75 persen, menghentikan kenaikan delapan sesi berturut-turut.

Di Hong Kong, indeks Hang Seng terakhir 1,37 persen lebih rendah dan indeks saham-saham unggulan China CSI 300 ditutup tergelincir 1,40 persen dan indeks acuan Australia S&P/ASX 200 kehilangan 1,19 persen pada akhir perdagangan.

Saham-saham Wall Street diterpa aksi jual setelah data AS menunjukkan sektor jasa-jasa secara tak terduga meningkat pada Agustus, menunjukkan kekuatan inflasi yang membandel.

Meskipun para pedagang masih cukup yakin bahwa Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga pada bulan ini, mereka menempatkan risiko kenaikan suku bunga pada akhir tahun lebih dekat dengan lemparan koin. Penurunan suku bunga diperkirakan tidak akan terjadi hingga Juni.

Baca juga: Saham Asia tergelincir imbas kekhawatiran pertumbuhan dan prospek Fed

Baca juga: IHSG menguat di tengah pergerakan variatif bursa kawasan Asia


“Data tersebut tidak membalikkan keadaan, namun menunjukkan perang melawan inflasi belum dimenangkan,” kata Kyle Rodda, analis pasar keuangan senior di Capital.com di Melbourne.

“Semuanya kembali ke diskusi mengenai di mana suku bunga netral yang ajaib itu berada,” katanya. "Sementara pasar masih mempertimbangkan kemungkinan suku bunga tersebut, hal ini akan membebani ekuitas dan mendukung dolar AS."

Indeks dolar - yang mengukur mata uang terhadap enam mata uang negara maju, termasuk yen dan euro - naik 0,07 persen menjadi 104,93. Indeks melonjak ke level tertinggi sejak 15 Maret pada Rabu (6/9/2023) di 105,03.

Dolar sebelumnya mencapai level terkuatnya sejak 4 November terhadap yen di 147,875.

Pasangan mata uang ini cenderung bergerak sejalan dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS jangka panjang, yang berada di 4,29 persen pada Kamis setelah mencapai level tertinggi sejak 23 Agustus di 4,306 persen di sesi sebelumnya.

Euro, sementara itu, turun 0,1 persen menjadi 1,0716 dolar, menyusul penurunannya ke level terendah tiga bulan di 1,0703 dolar pada Rabu (6/9/2023).

Di tempat lain, Bank Sentral China (PBoC) melanjutkan upayanya untuk menopang yuan dengan kembali menetapkan kurs tengah resmi yang kuat untuk mata uang tersebut.

Terlepas dari upaya tersebut, yuan terus berada di sisi yang lebih lemah dari level 7,3 per dolar dalam perdagangan luar negeri yang diawasi ketat, terakhir berpindah tangan pada 7,3332. Nilai tersebut merosot ke level terendah sejak awal November di 7,3490 pada pertengahan bulan lalu, dilemahkan oleh memburuknya sektor properti dengan cepat dan risiko dampaknya ke pasar yang lebih luas.

Data perdagangan China yang dirilis pada Kamis, meskipun tidak seburuk perkiraan para ekonom, masih menunjukkan penurunan ekspor sebesar hampir 9,0 persen dan penurunan impor lebih dari 7,0 persen.

Dolar Australia, yang sering diperdagangkan sebagai proksi untuk mitra dagang utamanya (China), turun 0,26 persen menjadi 0,6366 dolar AS, menjaganya tetap mendekati level terendah 10 bulan pada minggu ini.

“Data ekonomi China yang buruk tidak membantu,” Joseph Capurso, ahli strategi di Commonwealth Bank of Australia, menulis dalam catatan kliennya. "Tidak adanya paket besar untuk menstimulasi perekonomian China akan tetap membebani dolar Australia setidaknya dalam jangka pendek."

Minyak mentah menghentikan kenaikan stabilnya dalam dua minggu terakhir selama jam Asia pada Kamis, karena kekhawatiran terhadap permintaan China mengimbangi beberapa dampak dari ekspektasi penurunan persediaan AS dan perpanjangan pengurangan pasokan oleh Arab Saudi dan Rusia.

Minyak mentah berjangka Brent turun 24 sen menjadi diperdagangkan di 90,36 dolar AS per barel, setelah kenaikan sembilan sesi berturut-turut. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 29 sen menjadi diperdagangkan di 87,25 dolar AS per barel setelah naik tujuh sesi.

Baca juga: Saham Asia dibuka melemah karena kekhawatiran pertumbuhan global

Baca juga: Saham Asia dibuka jatuh karena optimisme China pudar, RBA jadi fokus

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023