Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih menyiapkan program deradikalisasi untuk para petempur asing teroris (FTF) yang memegang paspor Indonesia sebelum mereka dipulangkan oleh pemerintah ke Tanah Air.

Terlepas dari persiapan itu, Kepala BNPT Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel menegaskan kebijakan repatriasi itu masih hanya berlaku untuk warga negara Indonesia (WNI) yang berusia 10 tahun ke bawah.

“Kita belum mengeluarkan kebijakan (repatriasi untuk WNI lainnya, red.), karena ini memang kita perlu mempersiapkan program yang matang untuk deradikalisasi, mulai dari tempatnya di mana, siapa yang melakukan itu, apa programnya, program kebangsaannya, program keagamaannya, program kesehatannya, bukan fisik (melainkan kesehatan mental),” kata Komjen Pol. Rycko Amelza yang saat ini juga bertugas sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) FTF, menjawab pertanyaan ANTARA saat dia ditemui di Jakarta, Jumat.

Rycko menjelaskan tidak mudah mengubah cara pikir (mindset) para petempur asing yang terafiliasi jaringan kelompok teroris itu, karena mereka datang ke sana atas keinginan sendiri.

“Mereka datang ke sana atas keinginan sendiri ya, kemudian bergabung dengan suatu kelompok terorisme dan kehidupan sehari-hari seperti itu, kemudian tidak mudah mengubah mindset, mengubah perilaku mereka dalam sekejap. Makanya, program itu harus matang betul sebelum kita memulangkan mereka ke sini,” kata Kepala BNPT.

Dia menyebut saat ini ada 300 WNI yang tergabung dalam kelompok petempur asing teroris (FTF) itu di Suriah, kemudian sembilan orang di Afghanistan, dan delapan WNI di Filipina.

Dia menjelaskan saat ini pemerintah juga masih menunggu hasil pendataan dari badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk data-data WNI yang tergabung dalam kelompok teroris itu.

“Ini juga mandat dari PBB, ya UNOCT (Kantor PBB untuk Kontra-Terorisme) supaya semua negara-negara dalam rangka menghilangkan kelompok-kelompok teroris, bahasa mereka bukan kelompok teroris, tetapi warga negara yang berada di wilayah konflik. Mereka akan melakukan pendataan dari UNICEF, kemudian dengan UNHCR, setelah mereka data, warga negara-warga negara ini akan ditempatkan di masing-masing kedutaan untuk pemulangan, repatriasi seperti itu,” kata Rycko.

Sejauh ini proses pendataan masih berlangsung, karena menurut dia tidak mudah masuk ke wilayah konflik dan merekam data-data mereka yang menempati kamp-kamp pengungsian.

“Tidak gampang di sana, masuk ke daerah konflik itu,” kata Kepala BNPT.

Baca juga: Jubir: Densus 88 fokus pencegahan terorisme dan deradikalisasi

Baca juga: Ary Ginanjar sebut BNPT berperan wujudkan Indonesia Emas 2045

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023