Dulu, saya adalah sopir taksi selama 10 tahun, tapi sekarang sudah jadi tukang pijat.
Jakarta (ANTARA) - Keberadaan Pasar Induk Kramat Jati dengan aktivitas ekonominya seperti mewakili ungkapan yang kerap diutarakan oleh masyarakat, yakni "Jakarta tidak pernah tidur".

Tak henti-hentinya aktivitas para pekerja, pedagang, hingga sopir truk, siang dan malam, mewarnai suasana kelap-kelip pasar yang berlokasi di Jakarta Timur itu.

Di sudut pasar tersebut, ada segelintir orang yang mengambil kesempatan guna membantu permasalahan-permasalahan para pekerja kasar yang biasa timbul. Orang-orang itu menawarkan keahliannya untuk menumpas rasa pegal, nyeri, bahkan cedera sekalipun dengan metode alternatif.

Mereka adalah para tukang pijat yang membuka lapak seadanya di lantai dasar bangunan utama Pasar Induk Kramat Jati. Kurang lebih ada sekitar 20 orang tukang pijat yang bersiaga menangani "pasien-pasien" yang membanting tulang demi mengurusi kebutuhan pokok masyarakat.

Para penumpas nyeri dan pegal itu menawarkan sejumlah metode penyembuhan alternatif, mulai dari pijat urut untuk mengatasi masalah keseleo, kerik punggung untuk mengatasi masuk angin, pijat kepala untuk mengatasi sakit kepala, bekam, hingga pijat relaksasi.

Selain menangani para pekerja kasar, mereka pun tetap melayani warga umum yang ingin melepas penat melalui sentuhan-sentuhan jemari para tukang pijat itu.

Namun, para tukang pijat itu hanya bisa dijumpai pada malam hari ketika kios-kios pedagang di bangunan lantai dasar itu tutup. Bahkan ada juga para tukang pijat yang membuka lapaknya di area parkir mobil Pasar Induk Kramat Jati.


Menunggu pasien

Selayaknya para pedagang yang menunggu pembeli, para tukang pijat itu pun tidak selalu menerima pasien setiap harinya. Namun terkadang dalam satu malam, para tukang pijat itu pun bisa melayani 2-3 pasien yang ingin dipijat atau diurut.

Para tukang pijat itu membuka lapak di depan kios-kios yang tutup dengan beralaskan spanduk yang ditumpuk karpet atau kasur tipis dan dilengkapi oleh bantal seadanya. Mereka pun membawa sejumlah perlengkapan seperti minyak telon, alat bekam, dan peralatan lainnya untuk mendukung pemijatan.

Jadi, jangan berharap tempat pijat di lokasi itu bakal senyaman tempat spa, massage, yang lebih "wah". Karena pemandangan bangunan tak terawat disertai alas yang usang dan aroma minyak telon pun, bakal menemani para pelanggan saat dipijat.

Mereka berjejer di depan kios yang tutup sambil menawarkan jasa pijat ketika ada orang yang berjalan ke area tersebut. Maka mendapatkan pelanggan pijat itu tak jarang merupakan untung-untungan, karena pelanggan umum biasanya memilih secara acak.

Salah seorang tukang pijat bernama Yoyo, mengatakan para pekerja yang beraktivitas di pasar induk tersebut mayoritas sudah mengetahui keberadaan kelompok tukang pijatnya itu dari mulut ke mulut.

Walaupun sudah diketahui, Yoyo mengaku tak setiap hari menerima pasien dari para pekerja tersebut sehingga dirinya pun menghabiskan malam dengan menunggu pasien atau pelanggan mendatangi lapaknya.

"Tapi biasanya ada juga orang dari luar yang sengaja ke sini, biasanya ya karena sakit badan saja," kata Yoyo yang sudah membuka lapak pijatnya sejak 2012 di pasar tersebut.

Yoyo mengatakan dirinya juga memiliki beberapa pelanggan tetap meski di lokasi itu terdapat puluhan penyedia jasa serupa. Selain pekerja pasar, para sopir taksi juga ada yang menjadi pelanggan tetap usaha nonformal milik Yoyo tersebut.

"Dulu, saya adalah sopir taksi selama 10 tahun, tapi sekarang sudah jadi tukang pijat. Jadi teman-teman sopir taksi yang dulu juga sering dipijat di sini," kata Yoyo yang kini genap berusia 60 tahun.

Dengan kedatangan pelanggan yang tidak tentu, otomatis pendapatan Yoyo pun menjadi tidak tentu. Akan tetapi pada waktu siang hari, Yoyo juga tetap bisa menerima pelanggan dengan cara datang ke rumahnya yang masih di sekitar Pasar Induk Kramat Jati.

"Kadang kami juga menerima panggilan, jadi praktiknya di sana (rumah pelanggan)," kata pria asal Cirebon tersebut.

Lazimnya, Yoyo akan menerima berapa pun uang yang seikhlasnya dari para pelanggan. Akan tetapi jika ditanya, Yoyo akan menjawab bahwa jasa pijat relaksasi itu seharga Rp100 ribu, bekam angin sebesar Rp150 ribu, dan bekam jarum sebesar Rp250 ribu.

Senada dengan Yoyo, salah seorang tukang pijat lainnya yang lebih muda bernama Nono, mengaku sebetulnya tidak memasang tarif khusus. Dirinya pun menerima negosiasi dari para pelanggan sebelum memijat.

"Tarifnya ya tergantung orang-orangnya saja, rata-rata sajalah," kata Nono yang berasal dari daerah Tasikmalaya.

Nono menjadi salah seorang tukang pijat yang memiliki pelanggan tetap. Saat ditemui pada Selasa (5/9), Nono tengah melayani seorang pekerja di pasar itu bernama Irwan.

Irwan saat itu tengah mengalami linu pada kedua kakinya setelah membawa puluhan kilogram buah-buahan dari pasar tersebut. Irwan pun mengaku memang biasa menemui Nono jika mendapatkan permasalahan itu.

"Enak di sini. Banyak juga pekerja yang lain kalau pegal ya tinggal ke sini, pilih tukang pijatnya, ya cocok-cocokan saja," kata Irwan, perantau asal Lampung.


Melepas penat

Walaupun memiliki segmentasi untuk menangani para pekerja kasar, masyarakat umum juga tidak dilarang untuk mencoba melepas penat dengan pijat relaksasi yang ditawarkan para tukang pijat tersebut.

Bahkan, keberadaan tukang pijat di Pasar Induk Kramat Jati itu bisa menjadi pilihan apabila ada seorang warga di bilangan Jakarta yang mengalami pegal-pegal atau keseleo pada waktu malam, ketika tukang pijat lainnya beristirahat.

Para tukang pijat di pasar tersebut membuka lapaknya mulai sekitar waktu magrib hingga subuh. Mereka pun siap melayani warga yang mengalami masalah-masalah itu pada waktu orang lain terlelap.

Apalagi di waktu sepulang kerja, praktik para tukang pijat di Pasar Induk Kramat Jati itu bisa dikunjungi untuk melepas penat dari hiruk-pikuk Ibu Kota.

Ketika praktik pijat refleksi seluruh tubuh, pelanggan akan diminta untuk merebahkan badan di alas seadanya tersebut. Yoyo, yang mempraktikkan jasa pijatnya itu, memulai pijatan dari kaki kanan, mulai dari lutut, hingga ujung jari kaki, kemudian pijatannya itu berpindah ke kaki kiri.

Kemudian lengan dari bahu hingga ujung jari pun turut dipijat, baik bagian kanan maupun bagian kiri. Tubuh pelanggan pun bakal diminta untuk ditutupi oleh sarung yang disediakan oleh Yoyo guna menghindari nyamuk.

Setelah itu, pijatan berpindah ke bagian bahu hingga ke leher dan kepala. Lalu pelanggan pun diminta untuk duduk bersila guna menerima pijatan di kepala hingga prosesi pijat itu selesai.

Proses pijat yang dilakukan Yoyo itu memakan waktu kurang lebih 30 menit. Selama itu, pelanggan bakal mengalami sensasi rileks dan diselimuti rasa kantuk.

Dalam kebisingan kota yang tidak pernah tidur, Yoyo bersama para tukang pijat lainnya adalah para sosok yang mampu memberikan ketenangan, kesembuhan, dan harapan pada malam hari.







 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023