Mereka bisa melakukan transaksi langsung secara praktis tanpa harus berganti aplikasi
Jakarta (ANTARA) - Kehadiran social commerce dalam sektor perdagangan daring di Indonesia dinilai mampu memberikan banyak manfaat bagi penjual dan konsumen dalam negeri.

Menurut praktisi pemasaran dan behavioral science Ignatius Untung penggabungan platform media sosial dan dagang-el ini, merupakan bentuk inovasi seiring dengan perkembangan teknologi yang bertujuan untuk menghadirkan pengalaman belanja yang seamless dan mudah

Keberadaan social commerce dapat membantu penjual memperkenalkan produknya ke konsumen yang tepat, lanjutnya di Jakarta, Selasa, sedangkan konsumen bisa langsung mendapatkan rekomendasi produk yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan ketertarikan mereka di dalam satu platform.

“Mereka bisa melakukan transaksi langsung secara praktis tanpa harus berganti aplikasi,” ujarnya melalui keterangan tertulis.

Penjual pun mampu mengembangkan usaha mereka dengan berjualan di platform social commerce sehingga memberikan dampak positif pada perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri.

Integrasi yang tersedia di platform social commerce memungkinkan pedagang, termasuk UMKM dengan karakteristik khusus, mendapatkan trafik
penjualan melalui konten yang unik yang pada akhirnya semakin membuka peluang bisnis bagi mereka.

Terkait wacana perlunya larangan terhadap social commerce karena dianggap monopoli, Untung menyatakan hal itu harus didasari oleh hukum yang jelas.

Sebab, tambah mantan Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) itu, larangan yang tidak berdasarkan hukum berisiko memberikan preseden buruk bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

"Restriksi yang tidak didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas, bertolak belakang dengan prinsip perdagangan yang berkeadilan dan hal ini bisa membuat investor kabur dan enggan berinvestasi di Indonesia,” ujarnya.

Menurut dia monopoli terjadi jika platform media sosial tersebut hanya memperbolehkan layanan pembayaran atau logistik milik mereka dan memutus kerja sama dengan pihak lain.

Pada kenyataannya, platform social commerce yang ada di Indonesia memfasilitasi beragam metode pembayaran seperti melalui kartu kredit, e-wallet hingga Cash on Delivery (COD).

Begitupun dengan layanan logistik yang menggandeng pihak ketiga untuk membantu proses pengiriman barang ke konsumen, lanjutnya, sama seperti platform dagang-el lain yang sudah hadir sebelumnya.


Sebelumnya dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (4/9),Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan kehadiran social commerce yang mengintegrasikan layanan media sosial dengan dagang-el di dalam satu platform yang sama sebagai langkah monopoli.

Menurut Teten, penggabungan ini dapat membuat konsumen mencari produk dan berbelanja langsung di dalam satu platform saja dan tidak melibatkan platform, layanan pembayaran dan logistik lain.

Semua proses transaksi tersebut, ujar Menkop dinilai hanya akan melibatkan semua layanan pembayaran dan logistik dari platform tersebut.

Baca juga: "Social commerce" dibahas khusus di revisi Permendag 50/2020
Baca juga: Mendag bedakan izin penjualan di e-commerce dan social commerce

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023