Secara umum, sistem PPDB baru diterapkan untuk menciptakan ekosistem sekolah yang memberdayakan dan bisa memfasilitasi semua anak untuk berkembang
Jakarta (ANTARA) -
Kepala Pusat Standar Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudrikstek) Irsyad Zamjani mengatakan bahwa sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang baru mampu mewujudkan ekosistem sekolah berdaya.
 
“Secara umum, sistem PPDB baru diterapkan untuk menciptakan ekosistem sekolah yang memberdayakan dan bisa memfasilitasi semua anak untuk berkembang,” kata Irsyad dalam diskusi tentang PPDB untuk pemerataan kualitas pendidikan yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
 
Irsyad menjelaskan, ekosistem sekolah berdaya yang dimaksud bertujuan untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan.
 
“Kita ingin punya sekolah inklusif, melayani anak-anak yang beragam sesuai dengan karakteristik bangsa kita, juga membentuk pemimpin sekolah dan guru yang inovatif agar bisa memahami keragaman kebutuhan siswa,” ucapnya.

Baca juga: Ketua DPRD Bogor usul ke Pj Gubernur Jabar bantu bangun sekolah baru
 
Selain itu, ia menambahkan, sekolah berdaya juga dapat menciptakan keluarga dan komunitas yang peduli, serta dapat menghasilkan kebijakan yang melayani, menguatkan, dan lebih terarah.
 
“Sistem PPDB yang baru, utamanya zonasi, juga dapat mendekatkan sekolah pada lingkungan tempat tinggal siswa untuk efisiensi biaya transportasi, menghilangkan stigma tentang sekolah favorit, dan memenuhi akses yang setara,” kata dia.
 
Ia menyampaikan, berdasarkan riset dari lembaga SMERU tahun 2019, sistem PPDB sebelum tahun 2017 yang berbasis seleksi akademik banyak dikaitkan dengan kesenjangan, di antaranya, terdapat label sekolah favorit dan non-favorit, dan munculnya konsentrasi siswa berdasarkan status sosial ekonomi dan prestasi pada sekolah tertentu.
 
“Siswa miskin dengan skor akademik rendah juga berpeluang lebih tipis diterima di sekolah negeri, serta menguatnya transaksi ekonomi dan politik dalam penerimaan siswa pada sekolah tertentu,” tuturnya.
 
Ia juga memaparkan, sistem berbasis seleksi akademik ini memberikan dampak pada masalah transportasi, baik dari sisi biaya maupun kemacetan, serta menimbulkan kebijakan yang diskriminatif, dimana orang tua siswa cenderung terlalu fokus pada sekolah berprestasi, sehingga terjadi kesenjangan antarsekolah dalam suatu wilayah.

Baca juga: ICMI Jaksel: Perlu sekolah swasta baru untuk solusi sistem zonasi
 
“Namun, secara umum disimpulkan, tidak ada sistem yang benar-benar ideal, dan kedua sistem ini berpotensi menimbulkan segregasi (pemisahan suatu golongan dari golongan lainnya). Sistem zonasi berbasis seleksi akademik bisa memunculkan segregasi sekolah karena orang tua cenderung memilih sekolah yang siswa/siswinya memiliki afiliasi keagamaan, kelas, dan sosial-ekonomi yang sama,” paparnya.
 
Sedangkan sistem PPDB zonasi, menurutnya, juga berpotensi menimbulkan segregasi wilayah, dimana berdasarkan salah satu riset di Selandia Baru, Eropa, orang-orang kaya cenderung memilih rumah di dekat sekolah favorit, sehingga dalam jangka panjang terjadi segregasi wilayah, di mana pada salah satu wilayah akan dihuni oleh sekolah-sekolah dengan orang-orang kaya saja.
 
Namun, berdasarkan studi terbaru RISE dari lembaga riset SMERU, sistem PPDB zonasi mampu menunjukkan berkurangnya segregasi sekolah, diantaranya Kota Yogyakarta, dimana SMPN favorit menerima siswa dengan nilai ujian akhir SD yang lebih beragam, dan di DKI Jakarta, dimana sistem PPDB zonasi mampu mengubah wajah sejumlah SMAN yang sebelumnya terkotak-kotak berdasarkan capaian akademik siswa.
 
“Apapun pilihannya, sangat bergantung pada konteks masing-masing wilayah dan negara, tetapi kebijakan PPDB ini adalah pintu masuk, sehingga pekerjaan rumah kita saat ini yakni perlu merumuskan cara agar tujuan akhir peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan dapat terwujud,” demikian Irsyad Zamjani.

Baca juga: Sudin Pendidikan Jaksel sebut zonasi untungkan masyarakat kurang mampu

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023