Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki berharap skema kredit skoring yang digunakan oleh fintech dapat menjadi solusi alternatif pembiayaan bagi UMKM yang selama ini kesulitan mengakses pinjaman ke perbankan.

“Kuncinya adalah akses pembiayaan. Saya kira harus hal ini harus di-addressed. Termasuk mengkaji penerapan kredit skoring lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sudah diterapkan di 145 negara,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam konferensi pers AFPI UMKM Digital Summit 2023 di Jakarta, Kamis.

Menteri Teten menyebut dalam survei yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, sekitar 69,02 persen UMKM mengalami kesulitan permodalan saat pandemi COVID-19. Data tersebut menunjukkan bahwa bantuan permodalan bagi UMKM menjadi hal yang penting dan dibutuhkan.

Namun, perbankan kerap sulit memberikan pendanaan kepada UMKM karena pelaku UMKM tidak mempunyai agunan yang cukup sebagai penjaminan pinjaman. Sedangkan fintech hadir memberikan solusi pembiayaan ke UMKM tanpa menerapkan agunan karena menggunakan teknologi sehingga yang mampu mengetahui persis kriteria calon nasabah yang akan diberikan pembiayaan.

“Di fintech, plafon pinjaman sebesar Rp2 miliar sudah diberikan tanpa memakai agunan. Bahkan UMKM yang terhubung dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang) bisa meminjam pinjaman hingga Rp10 miliar. Hal ini merupakan terobosan yang baik bagi UMKM dalam mengakses pembiayaan,” ucapnya.

Meski begitu, Teten memberikan catatan terkait bunga yang masih tinggi di fintech. Sebab, bunga yang tinggi juga menjadi persoalan tersendiri dalam mempermudah UMKM mengakses pembiayaan.

“Kesehatan UMKM yang terpenting bisa membayar kembali pinjaman, maka diharapkan bunga lebih berani untuk diturunkan. Saya optimis, penurunan bunga di fintech bisa terjadi dan menjadi pertimbangan bagi perbankan juga untuk berani memberikan pinjaman ke UMKM tanpa agunan,” jelasnya.

Di kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan anggota fintech yang berada di naungan AFPI terus berupaya untuk mengoptimalkan pinjaman ke UMKM. Tercatat sebanyak 40 persen pembiayaan masuk dalam sektor produktif. Pada periode Januari-Juli 2023 penyaluran pembiayaan mencapai Rp 58 triliun dan pembiayaan di sektor produktif sebesar Rp 22 triliun.

“Pembiayaan sebesar 40 persen ke sektor produktif di Indonesia tergolong sangat besar jika dibandingkan dengan China. Di ASEAN porsi ini cukup diapresiasi. China justru lebih besar strukturnya ke pembiayaan sektor konsumtif. Kami ingin fintech di Indonesia menjadi contoh bagi ASEAN,” ungkapnya.

Sunu menekankan dalam mengoptimalkan pembiayaan ke UMKM, dibutuhkan dua hal yang menjadi faktor penting. Yakni literasi digital dan literasi keuangan yang tak bisa dipisahkan. UMKM jika tidak bisa mengadopsi digital akan tertinggal.

“Karena digital akan menjadi track record dari cashflow. Misalnya, UMKM di daerah remote, selama terhubung dengan digital, fintech pasti akan berani memberikan pinjaman. Digitalisasi mengkonfirmasi kegiatan usaha secara digital,” ucap Sunu.


Baca juga: Teten kaji kredit skoring untuk UMKM sesuai perintah Presiden Jokowi
Baca juga: Menkop UKM tolak TikTok berbisnis medsos dan e-Commerce bersamaan
Baca juga: Transformasi digital dan pembiayaan inovatif siasat BRI dongkrak UMKM
Baca juga: BI tingkatkan akses UMKM berorientasi ekspor terhadap pembiayaan

 

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023