Jakarta (ANTARA) -
Presiden Filipina 2001-2010 Gloria Macapagal Arroyo hari ini menyambangi Golkar Institute untuk memberikan presidential lecture atau kuliah kepresidenan bertajuk "Leadership and Resilience in the ASEAN Region" yang fokus utamanya adalah soal ketahanan pangan.

"Pada kuliah hari ini Presiden Gloria Macapagal Arroyo menyampaikan hal yang pernah terjadi di tahun 2008 yaitu krisis beras," kata Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Sabtu.

Airlangga mengatakan hal itu sangat relevan dengan situasi saat ini, pasalnya India sebagai salah satu penghasil beras utama dunia kini memberlakukan pembatasan ekspor beras demi memenuhi kebutuhan domestik.

"Apa yang tadi disampaikan dalam kuliah oleh Ibu Gloria Macapagal Arroyo menjadi hal yang memang jadi perhatian Indonesia hari ini dan menjadi perhatian dari Bulog dan perhatian dari bapak presiden. Bapak presiden berkali-kali ke pasar untuk mengecek harga beras," ujarnya.

Tidak hanya itu, kata Airlangga, pemerintah juga memberikan bantuan sosial beras untuk tiga bulan ke depan kepada penerima bantuan beras untuk 22 juta penduduk yang disertai dengan operasi pasar.

Pada kuliahnya, Gloria Macapagal Arroyo berbicara mengenai ketahanan pangan serta masalah pasokan dan harga beras yang pernah dihadapi Filipina.

"Filipina sendiri pernah merasakan dampak El Nino pada tahun 2007-2008. Saat itu, harga beras naik tiga kali lipat dalam beberapa bulan," kata Gloria dalam kuliahnya di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Sabtu.

Dia mengatakan dampak El Nino juga berjalan beriringan dengan adanya pembatasan ekspor beras oleh Vietnam dan India. Padahal, kedua negara tersebut saat itu menjadi negara-negara yang diandalkan Filipina dalam upaya mencukupi stok cadangan beras.

"Saat itu, Filipina melakukan beberapa upaya untuk mempertahankan stok pangan di negaranya. Salah satunya, memanfaatkan sains dan teknologi. Filipina berupaya melakukan peningkatan rantai pasokan, termasuk produksi beras dan manajemen risiko," ujar Arroyo​​​​​​​

Menurut Arroyo, pergerakan pasar turut menyebabkan perdagangan spekulatif terutama terhadap komoditas pokok yang harus dibeli konsumen, berapapun harganya.

"Panen padi kami didorong oleh varietas hibrida yang dikembangkan dengan dana pemerintah saya. Namun seperti biasa, lonjakan harga global menyebabkan penimbunan spekulatif," ujarnya.

Saat itu, kata Arroyo, Filipina melakukan beberapa upaya untuk mempertahankan harga beras di negaranya. Salah satunya, melakukan penyelidikan terhadap penimbunan dan pengambilan keuntungan dari penjualan beras.

Dia mengatakan masalah ketahanan pangan dan masalah pasokan serta harga beras, penting untuk diperhatikan oleh pemerintah di Kawasan Asia. Khususnya bagi Indonesia ketahanan pangan menjadi isu penting di tengah persiapan Pemilu 2024.

"Para calon pemimpin beserta jajarannya nanti dituntut untuk peka terhadap ancaman ketahanan pangan nasional," ujar Arroyo.

Baca juga: Megawati dan Gloria Arroyo bahas penghapusan hukuman mati
Baca juga: Megawati Soekarnoputri dan Gloria Arroyo tukar pikiran kebangsaan
​​​​​​​

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023