Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan perubahan kebijakan ekspor dan impor bukan untuk kepentingan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau kepentingan pragmatis, namun untuk menjaga perekonomian Indonesia terus bertumbuh di tengah guncangan ekonomi global.

“Bukan untuk kepentingan Presiden, bukan untuk kepentingan yang pragmatis,” kata Moeldoko di Round Table Discussion Djakarta Mining Club, sebagaimana dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.

“Round Table Discussion Djakarta Mining Club” itu membahas tentang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA). Forum yang mempertemukan pihak pemerintah dan pengusaha ini, mengurai berbagai persoalan yang muncul di lapangan atas implementasi PP terbaru tentang DHE SDA.

Menurut Moeldoko, sinergi antara pemerintah dan pengusaha sangat dibutuhkan, terutama untuk mengevaluasi berbagai kebijakan. Dengan begitu, perubahan kebijakan pemerintah tidak menjadi menghambat kegiatan berusaha dan investasi.

“Pengusaha lancar, pemerintah menikmati. Pengusaha sakit, pemerintah juga merasakan karena berpengaruh pada APBN,” kata dia.

Moeldoko menuturkan bahwa revisi PP Nomor 1 Tahun 2019 menjadi PP Nomor 36 Tahun 2023 dilakukan karena devisa hasil ekspor SDA yang masuk ke Indonesia tidak sebanding dengan pertumbuhan kinerja ekspor.

“Pada intinya kita ingin hasil ekspor SDA dapat masuk ke Indonesia, dan berputar untuk perekonomian kita,” kata dia.

Pemerintah telah merevisi PP 1/2019 menjadi PP 36/2023 dengan sejumlah penyesuaian, di antaranya cakupan sektor yang wajib menyetorkan DHE, tempat penyetoran DHE, batas minimum kewajiban DHE yakni 250 ribu dolar AS, batas waktu penempatan DHE minimal 3 bulan, ketentuan konversi ke rupiah, dan fasilitas perpajakan.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023