Padang, (ANTARA News) - Tingkat kerusakan terumbu karang di sepanjang pantai Provinsi Sumatera Barat mencapai 74 persen yang umumnya disebabkan berbagai aktivitas masyarakat yang tidak ramah lingkungan serta berbagi limbah domestik. "Rusaknya terumbu karang itu sebagian akibat kebiasaan masyarakat mengambil terumbu karang sebagai bahan bangunan, souvenir dan pengeboman ikan oleh oknum nelayan, mengakibatkan rantai makanan makhluk hidup di laut terancam putus," kata Asisten IV Sekdaprov. Sumbar, Mukhlis Sani, di Padang, Selasa (4/7). Menurut dia, ancaman kerusakan terumbu karang itu perlu diwaspadai karena keberadaannya penting sebagai pelindung pantai pada daratan pulau-pulau kecil dari gempuran ombak dan arus yang kuat, sekaligus tempat berkembangbiaknya sejumlah habitat laut. Data pada Dinas Keluatan dan Perikanan Sumbar menyebutkan kerusakan terumbu karang itu hampir merata pada tiap pulau kecil di daerah itu, dan yang paling parah di Pulau Panjang Kabupaten Pasaman yang hampir mencapai 80 persen. Menurut dia, kerusakan terumbu karang itu sebagian besar karena ulah manusia serta pencemaran lingkungan dari sejumlah limbah domestik. Di Kepulauan Mentawai, misalnya banyak masyarakat yang mengambil terumbu karang untuk bahan bangunan rumah. Selain itu, pengeboman ikan dan penggunaan bahan kimia pada proses penangkapan ikan, serta menjatuhkan jangkar dalam kawasan kaya terumbu karang juga menjadi penyebab utama kerusakan pagar pantai itu. Guna mengatasi hal tersebut, perlu diupayakan pembinaan penegakan hukum dalam lingkungan hidup dan perizinan, dengan sanksi administrasi, perdata dan pidana. "Untuk menerapkan hal tersebut aparat pengemban tugas harus memiliki prosedur dan ketentuan tetap untuk menghindari kesalahan mekanisme di lapangan," jelasnya. Selain itu, dia menambahkan, pentingnya sosialisasi pada masyarakat tentang perlunya menjaga kelestarian terumbu karang bagi kelansungan hidup habitat laut.(*)

Copyright © ANTARA 2006