Pengelolaan perbekalan kesehatan ditujukan untuk memenuhi ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, baik pada kondisi normal maupun kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB)...
Jakarta (ANTARA) - Pemenuhan perbekalan kesehatan akan diatur melalui Sistem Kesehatan Nasional guna memastikan kebutuhan masyarakat pada perbekalan kesehatan terpenuhi dengan baik dalam kondisi apapun.
 
"Pengelolaan perbekalan kesehatan ditujukan untuk memenuhi ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, baik pada kondisi normal maupun kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB), wabah, dan bencana," kata Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Agusdini Banun Saptaningsih dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
 
Untuk memastikan hal tersebut, Agusdini mengatakan pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab dalam pengelolaan perbekalan kesehatan, dengan membentuk fasilitas pengelolaan kefarmasian yang merupakan sarana pengelola stok farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lain milik pemerintah.
 
Pemerintah pusat dan daerah, kata dia, dapat melakukan pengendalian ketersediaan melalui Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional guna memastikan kecukupan stok perbekalan kesehatan.
 
"Pemerintah sudah mulai membangun dan menerapkan satu platform yaitu Satu Sehat Logistik untuk monitoring stok obat," ucap Agusdini.

Baca juga: Hari Kesehatan Nasional momentum perubahan sistem kesehatan nasional
 
Saat ini, kata dia, pengelolaan vaksin di seluruh Indonesia dapat dilakukan melalui aplikasi Sistem Monitoring Imunisasi Logistik secara Elektronik (SMILE) secara bertahap, serta dapat dipantau secara waktu nyata (real-time).
 
Sedangkan untuk obat AIDS, TBC, dan malaria, kata dia, sudah mulai diterapkan di tiga provinsi yaitu  Papua, NTT, dan DIY.
 
Terkait dengan penggolongan obat, lanjut dia, dilakukan pembedaan kategori obat berdasarkan risiko penggunaan yang bertujuan menjamin keamanan dan ketepatan dalam penggunaan, penyerahan, dan distribusi obat.
 
“Pelayanan obat dengan resep dapat menggunakan resep elektronik dan harus melalui Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional,” tegas Agusdini.
 
Adapun untuk obat tanpa resep, sambungnya, tetap dapat diakses oleh masyarakat di fasilitas kefarmasian dan sarana lainnya.
 
Pernyataan tersebut disampaikan Agusdini Banun Saptaningsih dalam Uji Publik peraturan turunan UU Kesehatan yang dilaksanakan sejak Senin (18/9) hingga satu minggu ke depan. Kegiatan ini dapat diikuti oleh masyarakat umum melalui saluran YouTube Kemenkes.
 
Selain itu partisipasi publik dalam memberikan saran juga dapat dilaksanakan melalui laman web https://partisipasisehat.kemkes.go.id/ selama proses penyusunan berlangsung.

Baca juga: CISDI: Penting bagi RUU Kesehatan serap aspirasi sebanyak-banyaknya
Baca juga: Kemenkes: RUU Kesehatan memuat pasal kemandirian farmalkes Indonesia


 

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023