Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta pemerintah daerah untuk menjaga tempat pembuangan akhir (TPA) agar tidak terbakar karena saat ini masih musim kemarau.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan TPA dengan sistem pembuangan terbuka atau open dumping berisiko terbakar karena menghasilkan gas metana.

"Semua kasus kebakaran di TPA karena sistem open dumping. Semua jenis sampah masuk ke situ dan tidak ada pemilihan. Kalau TPA open dumping biasanya gas metana itu muncul, panas, dan mudah terbakar," ujarnya dalam dialog pengurangan sampah di Jakarta, Kamis.

Vivien menegaskan pihaknya tidak akan memberikan penilaian Adipura kepada daerah yang terdapat kasus TPA terbakar.

Baca juga: KLHK tekankan pentingnya kolaborasi dalam pengelolaan sampah

Menurut dia, TPA terbakar itu menandakan bahwa TPA masih menggunakan sistem pembuangan terbuka.

"Staf saya sudah mulai turun untuk memeriksa kota-kota. Kalau TPA terbakar, maka tidak dinilai Adipura," kata Vivien.

Dia menyampaikan bahwa TPA seharusnya hanya untuk residu agar tidak terbakar. Jika ada gas metana, maka potensi itu harus dikelola agar tidak mencemari udara dan memicu api.

Ketika Kementerian PUPR membangun setiap TPA, pemerintah sudah mengatur air lindi hingga menangkap gas metana. Namun, fakta di lapangan semua teknologi itu tidak dipakai karena sampah ditumpuk di TPA.

"Alasannya kurang anggaran. Sebetulnya KLHK sudah memberi kelonggaran tidak perlu sanitary landfill 100 persen, tetapi pakai control landfill yang ditutup seminggu sekali dan kemudian mengelola gas metananya," kata Vivien.

Baca juga: KLHK optimis mampu wujudkan Indonesia bebas TPA baru pada 2030

Sebelumnya, pada 19 Agustus 2023, TPA Srimukti di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, terbakar dan api masih menyala sampai hari ini.

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melalukan pemotretan dengan kamera termal melalui pesawat tanpa awak untuk menangkap gambar dengan memanfaatkan suhu panas.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Hendra Gunawan mengatakan kesimpulan dari hasil pemeriksaan gas metana tersebut ada beberapa lokasi dengan kandungan gas metana lebih dari 100 persen.

Di beberapa titik lokasi, yang dekat dengan titik asap, terutama Zona II, III, dan IV kandungan gas metana metana terukur masih tinggi dan dapat terbakar apabila dipicu oleh keberadaan api.

"Sumber gas metana diduga berasal dari bagian bawah timbunan sampah," kata Hendra.

Baca juga: Menteri LHK sebut polusi sampah masih jadi masalah global

Selain kebakaran TPA Srimukti, ada sejumlah TPA lain yang tahun ini terbakar, di antaranya TPA Putri Cenpo di Solo, Jawa Tengah; TPA Randegan di Kota Mojokerto, Jawa Timur; TPA Mrican di Ponorogo, Jawa Timur; hingga TPA Gunung Sadai di Kepulauan Bangka Belitung.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023