Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman masing-masing sembilan tahun penjara kepada dua terdakwa pelaku pembunuhan saat terjadinya kerusuhan Poso pada 2001, Andi Ipong dan Muhammad Yusuf Asapa. Ketua Majelis Hakim, Kusriyanto, yang membacakan putusan di PN Jakarta Pusat, Rabu, menyatakan bahwa kedua terdakwa tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap korban I Wayan Sumaryase seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaan primer pasal 340 jo pasal 55 ayat satu kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, majelis hakim menyatakan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana membunuh nyawa orang lain dengan sengaja seperti yang didakwakan oleh JPU dalam dakwaan subsider pasal 338 jo pasal 55 ayat satu kesatu KUHP. "Dari keterangan saksi-saksi, terdakwa terbukti dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, tetapi terdakwa tidak terlihat merencanakannya terlebih dahulu," kata Kusriyanto. Unsur direncanakan terlebih dahulu dalam menghilangkan nyawa orang lain, menurut majelis hakim, tidak terbukti karena keterangan saksi Anuranta alias Anta, yang mendengar percakapan antara Ustadz Toha dengan para terdakwa bahwa para terdakwa salah membunuh orang. Saksi yang mendengar pembicaraan antara Ustadz Toha dan para terdakwa dari jendela di luar rumah terdakwa M. Yusuf, mengatakan bahwa Ustadz Toha memarahi kedua terdakwa karena membunuh korban I Wayan Sumaryase yang beragama Hindu, yang disangka oleh kedua terdakwa beragama Nasrani. Karena unsur direncanakan terlebih dahulu itu tidak dapat dibuktikan, maka majelis menyatakan, dakwaan primer pasal 340 jo pasal 55 ayat satu kesatu KUHP tidak terbukti. Sedangkan unsur dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, menurut majelis, terbukti berdasarkan keterangan saksi Anta yang melihat langsung pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Andi Ipong dengan cara menusukkan pisau ke ulu hati korban I Wayan Sumaryase dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kiri Andi menekan leher korban. "Dari fakta-fakta yang diungkapkan oleh saksi Anta, terbukti para terdakwa jelas menghilangkan nyawa orang lain secara sengaja dengan disadari akibatnya oleh para terdakwa," kata Kusriyanto. Para terdakwa, lanjut dia, memang sengaja menghilangkan nyawa orang lain karena menusukkan pisau di bagian ulu hati korban yang merupakan organ tubuh yang vital dan dapat menyebabkan kematian. "Jika para terdakwa tidak mau secara sengaja menghilangkan nyawa korban, maka bisa saja terdakwa hanya memukul korban," ujar Kusriyanto. Majelis berpendapat, hal yang memberatkan para terdakwa adalah bersikap tidak menghormati dan merendahkan persidangan, karena tingkah mereka yang selalu menolak untuk disidangkan dan meninggalkan ruang sidang. Selain itu, majelis mengatakan, terdakwa juga mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan selama persidangan. "Terdakwa juga tidak memperlihatkan sikap menyesal atas perbuatannya. Perbuatan para terdakwa juga telah membuat resah masyarakat, dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan bagi istri korban, seperti yang terlihat sewaktu istri korban bersaksi di pengadilan," tutur Kusriyanto. Sedangkan, menurut majelis hakim, hal yang meringankan para terdakwa adalah masih berusia muda, sehingga diharapkan masih dapat memperbaiki hidupnya. Sebelumnya, JPU Payaman telah menuntut hukuman masing-masing 20 tahun penjara kepada Andi Ipong dan M. Yusuf. Ipong dan Yusuf pada setiap persidangan hanya hadir sesaat setelah majelis hakim yang diketuai oleh Kusriyanto membuka persidangan. Saat sidang dimulai, mereka keluar dari ruang sidang dan kembali ke ruang tahanan pengadilan. Keduanya baru dihadirkan kembali saat persidangan ditutup. Mereka cenderung memperlihatkan sikap yang temperamental saat di ruang sidang. Kedua terdakwa sebelumnya didampingi oleh kuasa hukum dari Tim Pengacara Muslim (TPM). Namun, kuasa hukum mereka telah melakukan aksi keluar dari ruang sidang sejak terdakwa mulai disidangkan di PN Jakarta Pusat. Ipong dan Yusuf selalu mendapat pengawalan ketat saat dibawa dari Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya ke Gedung PN Pusat. Mobil tahanan mereka tersendiri, tidak dicampur oleh tahanan pidana lain, dan dikawal oleh tiga mobil polisi. Bahkan, borgol di tangan mereka baru dilepaskan setelah didudukkan di kursi terdakwa. JPU mendasarkan tuntutannya pada keterangan saksi Anuranta alias Anta bahwa saat terjadi pembunuhan dirinya sedang bersama dengan para pelaku dan korban. Saksi Anta bertemu dengan para terdakwa ketika berada di Jalan Pulau Irian, Poso, saat hendak pergi ke agen tiket untuk kembali ke rumahnya di Bungku, Morowali. Anta bertemu dengan Yusuf yang saat itu mengemudikan mobil merk Daihatsu Zebra warna merah. Dalam mobil itu, sudah ada Ipong dan Iwan, adik Yusuf. Anta kemudian menumpang mobil yang sehari-harinya digunakan oleh Yusuf sebagai angkutan umum itu. Dalam perjalanan, korban I Wayan Sumaryase naik di perempatan Kampus Unsima, Poso. Saat mobil melewati pertengahan Jalan Pulau Alor, Anta melihat dan terkejut, karena Ipong menusuk I Wayan hingga tewas. Saat terjadi penusukan, Yusuf memutar musik dari tape mobil keras-keras, agar tidak terdengar kegaduhan yang terjadi di dalam mobil. Anta masih bersama para terdakwa saat jenazah korban dibawa ke rumah Yusuf ditutupi jaket berwarna hitam. Pada sore harinya, JPU mengatakan, para terdakwa membawa jenazah korban menggunakan mobil merk Toyota Kijang berwarna hijau ke arah Sungai Poso. Di sungai itu, para terdakwa menenggelamkan jenazah korban yang digantungi batu dan dibungkus karung nilon. Jenazah I Wayan baru ditemukan pada 3 Juni 2001, dan baru diautopsi untuk mendapatkan visum et repertum pada Desember 2005 yang terlebih dahulu menggali makam korban. Hasil visum atas kerangka I Wayan menunjukkan adanya tulang dada bagian bawah sisi kanan dan tulang iga kesepuluh yang terpotong rata, serta terdapat resapan darah yang membuktikan adanya kekerasan akibat benda tajam yang dialaminya. Persidangan terhadap Yusuf dan Ipong dipindahkan dari PN Poso ke PN Jakarta Pusat atas surat keputusan Ketua MA tertanggal 14 Desember 2005 dengan alasan keamanan. Atas putusan majelis hakim itu, JPU menyatakan pikir-pikir, sedangkan kedua terdakwa melalui ayah Andi Ipong, Radi Jeba, menyatakan menolak putusan majelis hakim dan akan mengajukan banding. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006