Hong Kong (ANTARA) - Saham-saham di Asia beragam pada awal perdagangan Rabu dan imbal hasil obligasi pemerintah AS mendekati level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir, sehingga investor merasa kecewa terhadap saham dan obligasi di tengah kekhawatiran mengenai dampak suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.

Indeks dolar semakin meningkat setelah mencapai level tertinggi dalam 10 bulan pada Selasa (26/9/2023), sementara yen Jepang mendekati level penting di mana pejabat Jepang dipandang berpotensi melakukan intervensi untuk menopang mata uang tersebut.

Laba perusahaan-perusahaan industri China turun 11,7 persen dalam delapan bulan pertama dibandingkan tahun sebelumnya, data resmi menunjukkan pada Rabu. Di Australia, inflasi meningkat pada Agustus, didorong oleh lonjakan harga bahan bakar, namun kenaikan tersebut sesuai dengan ekspektasi.

Keputusan suku bunga Bank Sentral Thailand akan dirilis hari ini.

Pada awal perdagangan Asia, indeks MSCI yang mencakup saham Asia Pasifik di luar Jepang naik tipis 0,1 persen. Indeks MSCI telah merosot 3,7 persen sepanjang bulan ini. Saham berjangka AS, e-mini S&P 500, menguat 0,13 persen.

Indeks S&P/ASX 200 Australia tergelincir 0,25 persen, sedangkan indeks saham Nikkei Jepang turun 0,47 persen. Indeks saham-saham unggulan China CSI300 terangkat 0,41 persen pada awal perdagangan dan indeks Hang Seng Hong Kong menguat 0,8 persen.

Pada Selasa (26/9/2023), indeks saham utama Wall Street mengikuti penurunan ekuitas Asia dan Eropa karena investor terus mencerna indikasi minggu lalu dari Federal Reserve bahwa mereka akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama dari perkiraan investor sebelumnya.

Dow membukukan persentase penurunan satu hari terbesar sejak Maret, sementara ketiga indeks utama berakhir pada level penutupan terendah dalam lebih dari tiga bulan.

Dow Jones Industrial Average turun 1,14 persen, S&P 500 kehilangan 1,47 persen dan Komposit Nasdaq turun 1,57 persen.

Di pasar uang, indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang utama lainnya, menguat 0,085 persen menjadi 106,3, setelah mencapai 106,21 pada Selasa (26/9/2023), tertinggi sejak 30 November. Mata uang tunggal Eropa turun 0,1 persen pada Selasa (26/9/2023) dan hari ini di 1,0564 dolar, setelah kehilangan 2,56 persen dalam sebulan.

Yen Jepang tetap lemah terhadap greenback di 149,06 per dolar. Penguatan dolar terhadap yen khususnya telah membuat para pedagang waspada terhadap intervensi guna menopang mata uang Jepang, terutama setelah Menteri Keuangan Shunichi Suzuki mengatakan tidak ada pilihan yang bisa diambil.

Level 150 yen per dolar dipandang oleh pasar keuangan sebagai garis merah yang akan memacu otoritas Jepang untuk bertindak, seperti yang mereka lakukan tahun lalu.

"Dolar/yen diperdagangkan dalam kisaran yang cukup sempit semalam dan saat ini diperdagangkan sedikit di atas 149. Imbal hasil obligasi pemerintah AS yang lebih tinggi dan komentar dovish baru-baru ini dari pejabat Bank Sentral Jepang (BoJ) telah membebani dolar/yen," kata analis CBA dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.

"Kami melihat risiko tinggi bahwa BoJ akan segera melakukan intervensi untuk menopang yen."

Di sektor obligasi, imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang menjadi acuan telah naik ke level tertinggi dalam 16-tahun setelah prospek suku bunga jangka panjang Federal Reserve yang hawkish pada minggu lalu. Imbal hasil mencapai 4,5274 persen pada hari ini, dibandingkan dengan penutupan AS sebesar 4,558 persen pada Selasa (26/9/2023).

Imbal hasil obligasi dua tahun, yang naik seiring dengan ekspektasi para pedagang terhadap suku bunga dana Fed yang lebih tinggi, menyentuh 5,0603 persen dibandingkan dengan penutupan AS di 5,077 persen.

Baca juga: IHSG diprediksi menguat terbatas seiring sentimen domestik dan global
Baca juga: Saham China dibuka beragam, indeks Shanghai naik tipis 0,06 persen
Baca juga: Saham Eropa dibuka melemah karena imbal hasil menguat, khawatir China

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023